- Home>
- Cerita Fantasi >
- Kisahku, Arti Nama dan Keberuntunganku Bab IV
Posted by : Tanpa Nama
4 Jan 2013
BAB IV HIATUS
#Chapter 1 : Damn! Give Me The Clue!
Nyala api dari korek gas ditanganku kembali menyulut ujung sebatang rokok yang kembali kuapit di bibirku, asap itu kuhembuskan pelan dari mulutku, berharap semoga segala hal yang menggelayut di pikiranku juga mampu kuhilangkan seiring dengan asap rokok yang berangsur memudar setiap kali kuhembuskan. Entah dalam rentang waktu berapa menit, asbak didepanku yang semula kosong, kini sudah terdapat tiga puntung rokok berada disana. Kopi hitam dari gelas itu kembali aku tenggak. Rasa pahit khas yang menelusuk ke dalam mulut dan kerongkonganku seolah tak mampu menghilangkan sesak yang ada didalam dadaku. Suara riuh teman-teman dan penghuni kampus yang sedang berada di kantin seolah teredam dari indera pendengaranku, mataku memperhatikan beberapa aktivitas mereka, namun pikiranku saat ini seolah tidak sedang di tempat dimana aku kini berada. Otakku seakan dalam aktivitas pencarian, tentang sesuatu hal yang mungkin akan menjadi jawaban, sebuah penyelesaian yang mampu melenyapkan beban pikiran yang kini aku rasakan, sesuatu hal yang mungkin tanpa sadar telah aku lakukan dan menjadi sebuah kesalahan. Namun pencarianku seolah selalu menemui jalan buntu, memoriku tak mampu memberikan jawaban akan apa yang telah terjadi hampir 3 minggu yang lalu.
Tak terasa memang sudah hampir 3 minggu berlalu, momen dimana akhirnya tanpa pernah kuduga, raga dan seluruh luapan perasaanku menyatu dengan Nana dalam peristiwa yang terekam dengan jelas di memori otakku. Dengan segala kenyataan yang telah Nana ungkapkan, canda tawa, serta perasaan geli yang aku rasakan saat melihat Nana dengan tubuhnya yang hanya memakai kaos M.U menggoyang-goyangkan pantat serta pinggulnya sebelum berjingkat pelan dan berhati-hati keluar dari pintu kamarku menuju ke kamar mandi.
Namun hal yang terjadi setelah itu menimbulkan tanda tanya besar bagiku hingga kini, beberapa saat setelah ia beranjak dari kamarku, tiba-tiba dengan telah mengenakan pakaian awalnya yang masih basah oleh air hujan waktu itu, Nana berdiri didepan pintu kamarku, menatapku dengan sorot mata serta ekspresi wajah yang dingin. Hal terakhir yang diucapkannya adalah meminta tolong kepadaku untuk segera mengenakan pakaian dan mengantarnya pulang ke rumah pamannya. Tak ada percakapan yang terjadi setelah itu selama perjalanan aku mengantarkannya pulang.
Hari-hari yang berlalu setelah kejadian saat itupun seperti tak memberikan kemudahan untukku, jadwal tugas perkuliahan akhir semester serta jarangnya mahasiswa untuk hadir di kampus membuatku semakin jarang bertemu dengan Nana. Beberapa kali aku telepon ke nomor telepon selularnya tak pernah mendapatkan respon. Berkunjung ke rumah pamannya pun juga bagaikan setali tiga uang, selalu saja bertepatan saat Nana sedang tidak berada disana.
“Hal apa yang telah aku lewatkan?” pertanyaan itu masih saja menggelayuti benakku seiring dengan asap rokok yang baru saja aku hembuskan dari rongga mulutku.
Dalam kecamuk yang masih terasa begitu penat bersarang dalam benakku, tiba-tiba jantungku seolah tersentak, rasa nyaman seakan menyeruak hangat dalam rongga dadaku tatkala mataku menatap jemari tangan berkulit putih menggenggam gagang gelas kopi hitamku dan mengangkatnya pelan dari atas meja kantin. Sebuah kebiasaan yang sangat aku kenal dari seseorang, seolah memberikanku kelegaan dari sebuah kerinduan yang begitu mendalam.
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
0 komentar