- Home>
- Cerita Fantasi >
- LORO BRONTO NANDANG CIDRO PART II
Posted by : Tanpa Nama
4 Jan 2013
Firasatku buruk seiring dengan senyuman itu. Dan benar saja, apa yang aku takutkan dari senyuman manis berbisa si iblis betina itupun menjadi kenyataan.
"sssst... Pardi...."
"kayaknya aku punya ide untuk hukuman kamu..." Kata Non Ega setengah berbisik.
"apa Non...?" Jawabku penasaran.
"hhmmmm... kamu palak mereka..."
"apa Non...?"
"ah nggak ah... Pardi gak berani Non..."
"hhmmm... ya udah kalau kamu gak mau..." Jawab Non Ega dengan senyum berbisa yang kembali menghias bibir tipisnya.
Aku bisa mengerti arti dari senyuman iblis cantik itu. Sebuah senyuman yang lagi lagi sebuah pertanda buruk dan ancaman untukku.
"jangan ya Non ya..."
"sumpah Pardi gak berani Non..."
"sssst... jangan kenceng kenceng...."
Di saat kami sibuk beradu argumentasi, oknum atau tersangka yang menjadi target perintah jahil Non Ega masih asik memacu syahwat tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Sepertinya mereka sudah tak perduli akan kemungkinan bahwa mungkin bisa saja ada yang memergoki perbuatan mesum mereka.
Suara desahan mereka yang tadinya tersamar gemuruh ombak kini samakin jelas terdengar. Sepertinya aktifitas mesum mereka semakin hot semakin memanas.
"ooooch... eehmmmm..."
"iya yang... oooh... mantaaab..." Suara sang cowok mesum itu memuji ceweknya.
"oooosssh... uuuhhh...."
"enak yang goyangan aku...?" Sang cewek yang semakin bersemangat karena pujian setan cowoknya.
Non Ega masih memandangku dengan senyuman yang paling tidak aku sukai itu. Sebuah senyuman iblis dari gadis cantik yang selalu memperlakukan aku tidak manusiawi.
"ya udah kalau kamu gak mau..."
"berarti kamu lebih takut sama mereka dari pada bapak ibuk..." Ancamnya.
Mendengar ancaman itu seketika bulu kudukku berdiri. Bayangan kengerian tentang apa yang akan terjadi langsung terbayang di kelopak mataku. Bayangan akan kemarahan kedua Ndoroku yang tentunya akan berakibat buruk. Sangat buruk pastinya.
"Non... jangan ya Non..."
"Non Ega bisa nyuruh apa aja ke Pardi, tapi jangan ini ya Non..?" Hibaku memohon.
"ya udah kalau kamu gak mau..."
"kamu tunggu aja nanti pas bapak ibuk sudah pulang..." Ancamnya lagi dengan senyum iblisnya.
Setelah memilah milah dan memikirkan untung ruginya, akhirnya aku memutuskan untuk menerima perintah konyal dari Ndoro Ayu Gayatri ini. Dari pada aku di lapokan dengan kemungkinan terburuk mungkin aku bisa di usir dari rumah, lebih baik aku menuruti perintah memalak kedua insan mesum ini. Resikonya paling paling babak belur berantem doang dengan sang cowoknya. lagi pula aku kan sudah belajar beberapa jurus karate dari Retta Margareta, kenapa juga aku harus takut.
Tapi rasa rasanya tak mungkin juga kalau mereka sampai berani melawan. Karena sudah jelas mereka tertangkap basah melakukan perbuatan yang sangat bertentangan dengan norma agama dan susila.
"ok lah Non... saya mau malak mereka..."
"tapi beneran ya Non... aku jangan sampai di laporkan..."
"hehehe.... udah jangan banyak bacot..."
"laksanakan serapi dan sedramatis mungkin...."
"dan jangan lupa juga... harus dapat minimal seratus ribu..." Kata Non Ega di iringi seringai iblisnya yang kesekian kali.
"iya iya ah... bawel amat sih..." Jawabku bersungut.
"go go Pardi gooo...."
"kamu pasti bisa.... cayooo...." semangatnya bergaya bak girlband korea.
Sejenak aku hirup nafas dalam dalam. Ku kumpulkan segenap keberanian yang aku punya sebelum melaksanakan aksi palak memalak pasangan mesum yang merupakan ide gila dari Ndoro ayuku yang saraf ini.
"hoeeh... apa apa'an kalian hah...?!"
"berani beraninya kalian berbuat mesum di sini...?!" Bentakku mengagetkan mereka sambil berkacak pinggang.
Seketika mereka berdua yang sedang asik mereguk nikmatnya erotisme asmara terkejut dengan keberadaanku yang tiba tiba menyergap mereka. Seketika mereka menghentikan aktifitas tak senonoh mereka dan segera merapikan pakaian mereka yang awut awutan. Untung saja mereka tidak melakukannya dalam posisi telanjang bulat. Jadi mereka tak terlalu repot merapikan pakaian mereka lagi.
Seketika terlihat raut pucat pasih di wajah mereka. Jelas sekali tergambar ketakutan di wajah mereka. Sang cewek langsung berlari bersembunyi di belakang cowoknya, dan kelihatan juga kalau cewek itu menangis ketakutan. Sang cowok yang tak kalah ketakutannya masih berusaha melindungi ceweknya sebagai wujud pertanggung jawabannya. Mungkin.
Sementara aku sendiri sebenarnya juga takut melakukan ini. Berusaha mati matian aku memelihara tampang sangar di wajahku untuk menakut nakuti mereka. untung aku terbiasa memelihara jenggot yang bisa menjadi modal tampang sangarku. padahal sebenarnya tak ada sedikitpun tampang sangar di wajahku selain jenggot ini.
"mm...m...maaf mas... maafin kami..."
"kk..kami khilaf mas..." Iba sang cowok gemetar ketakutan.
"kalian ini... berani beraninya berbuat mesum di sini...?!"
"anak mana kalian hah...?!" Tanyaku dengan nada tinggi.
"kk...kk..kami cuman main di sini mas..."
"mmm...mm...maafin kami mas..." Katanya beralasan dan memohon maaf.
"kalian ini berani beraninya menodai pantai yang indah ini dengan perbuatan bejad kalian..."
"ayo kalian turun dari sini...!"
"udah banyak tu yang nungguin kalian di bawah...!"
"siap siap aja kalian di telanjangi dan di arak keliling kampung...!" Gertakku.
"mas...mas... tolong jangan mas..."
"kasihani kami mas..." mohon sang cowok mesum itu.
"iya mas... hiks... hiks... hiks..."
"tolong jangan arak kami keliling kampung mas..."
"hiks... hiks... hiks..."
"jangan permalukan kami mas..."
"kasihani kami mas, nanti aku bisa di bunuh ama ayah ibuku karena ini mas..."
"tolong mas... saya mohon... ampuni kami mas..." Sambung sang cewek memohon dengan di iringi isak tangis.
Aku pura pura berfikir menimbang permintaan mereka itu. Aku sengaja tak langsung memalak meminta uang kepada mereka, aku ingin mereka sendiri yang menyodorkan uang pelicin perdamaian.
"ya gimana ya...?"
"kalau aku sih gak masalah buat maafin kalian..."
"tapi gimana dengan mereka mereka yang ada di bawah...?"
"gini aja deh mas... sebelumnya maaf ya mas..."
"ini saya ada sedikit uang buat mas dan temen temen mas..." Kata sang cowok sambil merogoh dompet di kantong belakangnya.
"wah... edan kalian...."
"mau nyoba nyoba nyogok ya...?!" Jawabku dengan nada meninggi.
"mas... tolong lah mas... tolong ya..." Sambung sang cewek yang masih bersembunyi di balik tubuh cowoknya itu.
"ini saya ada duit dua ratus ribu..."
"ini buat mas dan temen temen mas..." Tambah sang cowok sambil menyodorkan empat lembar uang lima puluh ribuan.
Sebenarnya uang itu sudah lebih dari target yang di pasang Non Ega, tapi aku tak buru buru menerima pemberian mereka itu agar tak terlalu mencolok kalau sebenarnya aku hanya bermaksut memalak mereka.
"mas... tolong lah mas... tolong mas terima..." Kata sang cowok mesum membujukku.
"ini saya tambahin lagi mas..."
"tolong ya mas... beneran kami jangan di arak keliling kampung..." tambah sang cewek sambil ikut menyodorkan uang kepadaku.
Uang yang di sodorkan si cewek itu lebih banyak dari yang di tawarkan cowoknga. Sepertinya cewek itu benar benar ketakutan sampai rela memberikan uang sebanya itu untuk menyogokku.
"emang kamu nambahin berapa mbak...?" tanyaku mulai menerima penawaran mereka.
"ini saya ada empat ratus ribu lagi mas..."
"tolong di terima ya... pleaseeee..." mohon sang cewek sambil memberitahukan jumlah uang yang di sodorkannya.
Wow sungguh jumlah yang fantastis, jumlah yang jauh lebih banyak dari yang di targetkan Non Ega. Pasti mereka anak anak orang kaya sampai mempunyai duit sebanyak itu.
Tak ingin lebih berlama lama lagi sebelum keberanianku habis, aku terima uang pemberian tanda damai dari mereka itu.
"ya udah deh... sini duitnya..."
"terima kasih ya mas... makasih banget..." Jawab sang cewek sambil memberikan uangnya kepadaku.
"ini mas.. terimakasih mas...."
"maaf ya mas kalau kami telah berbuat salah di sini..." tambah sang cowok sambil ikut memberikan uangnya juga.
"ya udah... ni duit aku terima ya..."
"dan inget... jangan kalian ulangi lagi perbuatan kalian itu di sini..."
"mendingan kalian nyari hotel atau apalah kalau ingin begituan..."
"bukannya malah di tempat umum kayak begini..." Kataku sok menasehati.
"iya mas... maaf ya mas..." Jawab sang cowok.
"ya udah kalian hati hati..."
"dan satu lagi... kalian turunnya lewat situ aja, jangan lewat sini biar gak ketemu sama mereka mereka yang di bawah..." kataku lagi sebelum beranjak meninggalkan mereka.
"iya mas... terimakasih banyak loh mas..." kata sang cowok sambil buru buru menggandeng ceweknya menuruni bukit karang itu lewat jalan yang tadi aku tunjukkan.
Lega sekali setelah mereka pergi. Untung saja aku bisa mengontrol mengontrol mentalku agar tak ketahuan kalau sebenarnya aku sendiri dan tidak ada orang orang yang sedang menunggu di bawah seperti ancamanku tadi.
Setelah itu aku kemudian kembali menemui Non Ega yang menungguku di balik batu besar tempat kami tadi. Tapi rupanya Non Ega sudah tak berada di situ lagi. Dia sudah turun dan menungguku dengan santainya di motor.
Segera aku menuruni bukit dan menghampiri Non Ega yang sedang duduk dengan santainya di motor. Mengetahui kedatanganku, Non Ega hanya menyeringai dengan seringai yang sangat aku benci.
"gimana di...? sukses gak...?" Tanya Non Ega langsung.
"mmmm.... gimana ya Non..." Jawabku berpura pura bingung.
"heh... jangan bilang kamu gak berhasil ya...?!"
"guoblog banget sih kamu jadi orang...?!"
"ya udah kalau gitu, berarti riwayatmu berakhir cukup sampai di sini kampret...!" nada Non Ega yang tiba tiba meninggi.
Aku masih berpura pura bingung. Aku pasang muka takut dan memelas sejadi jadinya. Aku ingin tau lebih jauh lagi bagaimana respon Non Ega kalau aku gagal melaksanakan hukuman konyolnya itu.
"ayo pulang...!!!"
"sekarang juga aku akan telpon bapak ibuk memberitahukan perbuatan tak senonoh kamu..."
"mampus mampus kamu... dasar babu guoblog kamu..." Omel dan maki Non Ega dengan nada dan tensi yang semakin meninggi.
Entah itu serius atau tidak, yang jelas Non Ega kelihatan kecewa sekali akan kegagalanku. Sepertinya juga Non Ega serius akan malaporkan aku ke bapak ibuknya.
Merasa permainanku sudah semakin jauh, aku kemudian mengeluarkan uang hasil palakanku dan menyodorkannya ke Non Ega. Mengetahui aku berhasil dengan sukses menjalankan hukumannya, seketika raut wajah Non Ega yang tadinya memerah emosi berubah manis dengan senyum yang tersungging senang.
"ih kamu iseng amat sih..."
"untung aku blon jadi telfon bapak ibuk..."
Tanpa basa basi Non Ega langsung merebut uang hasil palakanku itu. Lucu sekali gaya Non Ega yang kelihatan seperti orang yang hijau matanya kalau melihat uang. Seperti orang kesusahan yang sangat membutuhkan uang.
Di hitungnya segepok uang hasil premanismeku itu. Sekali lagi tersungging senyum manis di bibirnya setelah mengetahui hasil kerjaku yang fantastis itu. Sepuluh lembar uang lima puluh ribuan dan selembar uang seratus ribuan, jauh melebihi target yang dia pasang.
"wwow... fantastis... sensasional..."
"hebat banget kamu Di... benar benar berbakat kamu jadi tukang palak..." Seringai kegirangan Non Ega.
Tak aku respon atau jawab pujian Non Ega itu. Pandanganku malah melayang menyapu hamparan laut yang biru membentang di hadapanku. Aku merasa sangat bersalah kepada sepasang kekasih mesum tadi. Inilah kriminalitas pertama yang aku lakukan seumur hidupku.
"heh... kok malah ngelamun kamu....?"
"kita makan yuk... kali ini kamu aku traktir deh..."
Renyah banget Non Ega bilang kali ini dia mau traktir aku. Paling juga uang hasil palakanku tadi yang dia pakai untuk makan makan dan traktirin aku. Bener bener edan Ndoro ayuku ini.
Langsung kami meninggalkan pantai indah berpasir putih itu dan menuju ke pantai satunya lagi yang berjarak tak jauh dari pantai Karanggongso ini ke arah barat yang bernama pantai Prigi. Keadaan di pantai Prigi jauh berbeda dengan Karanggongso lebih sepi dan nyaman untuk memadu kasih.
Di pantai Prigi banyak berjajar perahu perahu nelayan yang sedang berlabuh, berbeda dengan Karanggongso yang sama sekali tak ada kapal nelayan yang berlabuh di sini. Di pantai Prigi juga sedang ada mega proyek pembangunan dermaga yang rumornya akan di jadikan dermaga niaga Indonesia - Australia. Di pantai Prigi juga ada tempat pelelangan ikan.
Sesampainya di pantai Prigi kami langsung mencari warung makan yang banyak berderet di sekitar pantai. Begitu kami menemukan warung yang di rasa pas menunya dengan selera Non Ega, kami langsung meluncur ke sana dan langsung memesan makanan.
"buk... aku pesan nasi lodho dan es kelapa ya..."
"kamu mau pesan apa Di...?"
"aku sama ajalah ama pesanan Non Ega..."
Selesai makan di warung itu kami tak lantas pulang ke rumah. Non Ega masih betah menikmati pemandangan laut dan semilirnya angin pantai. Kami duduk duduk di pasir pantai yang putih sambil menikmati es kelapa yang entah sudah pesanan keberapa kalinya.
"Non... pulang yuk... udah sore ni..." Ajak ku karena jam sudah menunjukkan pukul tiga sore.
"tar dulu ah... aku masih betah ni..."
"tapi Non... udah sore ini, udah jam tiga loh..."
"kasihan kambing ama sapi di rumah belum di kasih pakan..."
"yaelaah... rewel amat sih...?!"
"sehari gak di kasih makan juga gak bakalan mati kali..."
"udah deh jangan rewel kamu..."
"udah di ajakin jalan jalan, sudah di traktirin juga kok masih rewel aja kamu..."
"udah deh nikmatin aja..." Jawab Non Ega.
"tapi Non... ini kan udah sore Non..." Kataku mengingatkan.
"iih... ni anak bawelnya dah kayak nenek nenek..."
"ya udah.... kalau kamu pulang ya sana pulang aja sendiri jalan kaki...!" Jawabnya dengan intonasi meninggi.
Jujur aku heran dengan kejiwaan putri majikanku ini. Sepertinya Non Ega mempunyai dua sisi kepribadian yang berlainan. Di satu sisi kadang kadang Non Ega bisa bersikap baik manis dan lembut, tapi di sisi sebaliknya dia bisa tiba tiba saja berubah menjadi jahat bengis dan congkak. Jenis kejiwaan macam apa sebenarnya yang di miliki Raden Ayu Gayatri ini.
Akhirnya dengan terpaksa aku menuruti apa kemauan Ndoro Ayu yang edan ini. Kami menghabiskan waktu dengan duduk duduk santai di hamparan pasir putih sambil menikmati pertunjukan opera ombak yang menggulung persembahan Poseidon sang Dewa laut dalam Dodekatheon.
Selama kami menghabiskan waktu di pantai, sikap Non Ega manis tidak seperti biasanya yang jutek dan galak. Obrolan kamipun lebih seperti obrolan dua orang sahabat. Tak terlihat perbedaan kasta dan statusku yang hanya seorang kacung di rumahnya. Walaupun aku di suguhi sikap yang manis, tapi sebenarnya fikiranku masih melayang memikirkan tentang nasib sapi dan kambing yang belum aku kasih pakan.
"bagaimana nasibmu di sana kawan...?" Batinku.
Menjelang maghrib kami baru beranjak pulang dari pantai Prigi. Perjalanan melalui jalan pegunungan yang berkelok kelok dan melintasi sedikit dari wilayah kabupaten Tulungagung itu membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan untuk sampai di rumah. Menjelang isya' baru kami sampai di rumah.
Sesampainya di rumah aku langsung buru buru menengok kambing dan sapi yang menjadi tanggung jawabku. Kelihatan di wajah polos tak berdosa mereka bahwa mereka sangat merindukanku. Kasihan sekali mereka harus kelaparan karena ulah Ndoro Ayu mereka. Buru buru aku memberi mereka pakan sebelum mereka semakin menderita kelaparan. Jangan sampai mereka terserang busung lapar seperti mereka mereka warga Afrika.
Sementara aku sibuk bercengkrama dengan para sapi dan kambing, sesampainya di rumah Non Ega langsung bergegas mandi. Selesai mandi Non Ega langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi. mungkin Non Ega sudah tidur karena kelelahan.
Selesai memberi pakan para sahabatku, aku kemudian juga bergegas mandi. Selesai mandi dan berganti pakaian aku kemudian meluruskan tulang belulangku yang letih dengan bersantai di kamarku. Sayup mataku mulai terpejam sampai aku di kejutkan suara dering telfon dari ruang keluarga.
"kriiing.... kriiing... kriiing...."
Buru buru aku lari keruang keluarga dan menjawab panggilan telfon itu, karena tak mungkin Non Ega mau mengangkatnya.
"haloo... ini kediaman Raden Mas Haryo Seto..."
"ini siapa ya... ada yang bisa saya bantu..."
"ini bapak Di... mana Gayatri...?" jawaban dari telfon yang ternyata adalah Ndoro Kakung.
"oh... ini Ndoro toh..."
"anu Ndoro... Non Ega sampun tilem..." Jawabku sopan.
Sampun tilem adalah bahasa jawa kromo alus yang berarti sudah tidur dalam bahasa indonesia.
"ooh... yo uwis..."
"kabari wae Ega, bapak ibuk gak jadi pulang besok..."
"urusan di sini belum selesai, paling rabu bapak ibuk baru pulang..."
"ooo... enggih Ndoro..."
"yo wis yen ngono.... ati ati neng ngomah yho ngger..."
"jaga Ega baik baik... jangan boleh keluyuran terus..." Pesan Ndoro Kakung penuh wibawa.
"enggih Ndoro... sendiko dawuh..."
Selesai menutup telefon aku kembali lagi ke kamarku yang terletak di belakang dekat dapur. Sesampainya di kamar aku langsung merebahkan tubuhku di rajang. Tak terasa aku sudah terlelap tidur entah berapa lama sampai aku terbangun karena merasa ada yang masuk ke kamarku.
Begitu aku membuka mata, aku lihat ada sesosok bayangan perempuan sedang berdiri samping ranjangku. Aku tak bisa memastikan wajah perempuan itu di kegelapan keremangan kamarku.
"siapa wanita ini...?"
"apa mungkin ini Non Ega....?" Gumanku dalam hati.
Saat aku ingin beranjak bangun dan menyalakan lampu kamarku, aku tak mampu menggerakkan badanku. Aku merasa tubuhku hanyalah seonggok daging tak bertulang yang tanpa daya. Ingin juga aku berteriak dan menayakan siapa wanita ini sebenarnya. Tapi lidahku terasa kelu dan suara tidak bisa keluar dari mulutku.
Perlahan bayangan wanita itu duduk di sampingku yang hanya terbujur kaku tak berdaya ini. Wanita itu kemudian menyentuhku, menggerayangiku dari ujung ke ujung. Tangannya mulai nakal menyusup kedalam celana kolor yang aku pakai.
Ingin aku meyakini bahwa ini semua tidaklah nyata. Ingin aku meyakini bahwa ini hanyalah mimpi. Tapi aku juga tak bisa membohongi diriku sendiri bahwa sentuhan sentuhan wanita misterius di keremangan ini terasa begitu nyata.
Aku bisa merasakan lembut jemarinya. Aku bisa merasakan halus setiap elusannya. Bahkan aku juga bisa mencium aroma wangi tubuhnya. Aroma wangi yang terasa sudah tak asing lagi di hidungku.
Jemari wanita itu mulai nakal bermain main dengan kejantananku. Di usap usapnya lembut terpedo kebanggaanku itu sampai sang terpedo mengeras siap tempur. Seperti tak puas hanya mengusap usap dari luar celanaku, wanita itu kemudian naik ke ranjang dan melepaskan celana kolor yang aku kenakan.
Setelah celana kolor yang aku kenakan itu terlepas dari tubuhku, wanita itu kembali memainkan jemarinya di batang kejantananku. Di usap usapkan jempol jarinya di kepala kemaluanku.
Jujur aku akui, usapan dan sentuhan wanita ini begitu lembut dan melenakan. Aku seakan tak mampu lagi menahan diri untuk tidak jatuh dan terlena. Saat tubuhku mendapat serangan birahi seperti itu, akal sehatku masih bekerja. Hati kecilku masih bertanya tanya siapa wanita ini sebenarnya.
Saat hatiku sedang bertanya tanya siapa wanita ini, tiba tiba saja aku baru ingat akan aroma wangi perempuan ini. Aku yakin dan tidak mungkin salah karena aku hafal betul aroma wangi seperti ini. Aroma tubuh ini adalah aroma wangi parfum yang biasa di pakai Non Ega.
"apa benar ini Non Ega...?" Tanyaku dalam hati.
Tiba tiba saja aku merasa dunia ini berputar dan aku berada di dunia yang aneh. Pelan pelan aku bisa melihat wajah perempuan itu. Betapa terkejutnya aku setelah bisa dengan jelas melihat siapa sebenarnya wanita misterius itu.
Wanita itu adalah Non Ega yang sudah dalam keadaan telanjang bulat. Non Ega masih menggenggam kemaluanku dan memainkan jamarinya naik turun merangsangku. Sementara itu aku hanya bisa terbujur kaku tak berdaya.
Setelah sepertinya puas memainkan jemarinya merangsang kemaluanku, Non Ega kemudian bangkit dan menduduki selangkananku. Sekilas dapat aku lihat serimbun bulu halus di selangangan non ega. Non Ega tepat menduduki kemaluanku yang sudah mengeras sempurna. Dapat aku rasakan bahwa batang kejantananku tepat menempel di bibir kemaluannya.
Non Ega menggerakkan pinggulnya maju mundur, menggesek gesekkan batang kejantananku di bibir kemaluannya yang terasa basah. Non Ega memandangku tajam dengan di iringi senyuman iblis yang paling aku benci itu. Di raihnya batang kejantananku dan di arahkannya tepat ke bibir kemaluannya. Sekali lagi Non Ega tersenyum kepadaku.
Tiba tiba saja wajah cantik Non Ega itu berubah menjadi menyeramkan sekali. Wajahnya menjadi hancur bahkan hampir rata dengan cucuran darah di sana sini. Bola matanya melotot seakan keluar dengan sorot merah menakutkan.
Aku terkejut setengah mati. Mati matian aku berusaha berontak dan berteriak. Segala rapalan ayat ayat aku rapalkan yang entah kenapa aku jadi lupa semua. Sama sekali tak ada satupun ayat yang aku ingat atau hafal. Aku tetap berusaha berontak dan berteriak sejadi jadinya, hingga akhirnya....
"aaaaaaahhhh.....!!!" Teriakan keras yang akhirnya bisa keluar dari mulutku.
Tiba tiba saja aku terbangun dan masih berada di kamarku. Lampu kamarpun juga masih menyala.
"hhuhh... rupannya hanya mimpi toh...?"
"hiiii sereeem..." Gumanku dalam hati.
Keringat dingin bercucuran membasahi tubuhku dan jantungku berdegub dengan kencang sekali. Aku lalu bangkit dari ranjang dan melangkah keluar hendak mengambil air minum.
Baru saja aku membuka pintu kamarku, tiba tiba aku di kejutkan oleh suara jeritan minta tolong dari kamar Non Ega.
"aaaaaaah.... toloooong...." Suara jeritan Non Ega.
Segera aku berlari dan mendobrak masuk ke kamar Non Ega. Aku akut terjadi sesuatu dengan anak gadis Ndoroku itu. Begitu aku masuk ke kamar Non Ega, aku lihat Non Ega sedang menangis sambil memeluk bantal erat erat.
"Non... Non Ega....???"
"ada apa Non....?"
Non Ega seperti ketakutan melihatku.
"Non... ini Pardi...."
"ada apa Non..." Tanyaku sekali lagi sambil berusaha mendekatinya.
Sejenak Non Ega memandangku dengan lekat seolah memastikan apakah ini benar benar aku Pardi atau bukan. Begitu yakin kalau aku adalah benar Pardi kacungnya, Non Ega langsung menghambur memelukku.
"hiks... hiks... hiks...."
"aku takut Di.... takut...." Katanya sambil menangis di dekapanku.
"udah udah Non... gak apa apa...."
"memang ada apa kok sampai teriak teriak gitu Non...?"
"barusan aku mimpi buruk Di..."
"Non Ega mimpi apa...?"
"barusan aku mimpi kamu mau memperkosa aku Di..."
"terus tiba tiba saja wajah kamu berubah menyeramkan..."
"hiiii.... pokoknya serem banget Di..." Cerita Non Ega bergidik dengan masih berada di pelukanku.
Betapa terkejutnya aku mendengar cerita Non Ega itu. Apa yang di ceritakan Non Ega tentang mimpinya sama persis dengan mimpi buruk yang juga baru saja aku alami.
"ada apa ini sebenarnya....?"
"kok bisa dua orang memimpikan hal yang sama di waktu yang bersamaan pula..."
"isyarat apa ini sebenarnya...?" Batinku.
Aku sengaja tak menceritakan bahwa aku juga baru saja mengalami mimpi buruk yang sama. Aku tak ingin semakin membuat Non Ega ketakutan.
"udah Non tidur lagi gih..."
"masih malam ini Non..." Kataku sambil melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari.
"nggak ah... Ega gak mau tidur lagi..."
"Ega takut..."
"kan besok kita harus sekolah..."
"kalau gak tidur besok ngantuk loh...." Bujukku sekali lagi.
"kalau aku bilang nggak ya nggak..."
"buawel banget sih...." Keluar lagi sifat garang Non Ega.
"ya udah kalau begitu...." Jawabku sambil melepaskan pelukan Non Ega dan beranjak keluar dari kamar Non Ega.
"heh... mau kemana kamu...?!"
"siapa yang nyuruh kamu keluar hah....?!" tanya Non Ega dengan nada yang meninggi.
Perasaan gampang banget emosi Non Ega berubah ubah. Kadang baik kadang jahat berubah dengan begitu cepatnya.
"terus... maunya Non gimana...?"
"Pardi dah ngantuk berat ni..."
"bodo amat... pokoknya kamu temenin aku..."
"masa iya aku nemenin Non di sini...?"
"kan kita bukan muhrim...."
"coba aja kalau kamu berani macam macam..."
"tak potong sekalian ntar itu kamu..." Ancamnya.
Akhirnya semalaman kami tidak tidur. Semalaman kami menghabiskan waktu dengan ngobrol ngalor ngidul tak jelas jluntrungannya. Keesokan harinya Non Ega mengajakku bolos sekolah. Sebenarnya ingin aku menolak ajakan bolos sekolah Non Ega, berhubung mataku ngantuk berat akhirnya aku hari ini ikut bolos sekolah. Hampir setengah hari aku tidur dan tak melakukan kewajibanku sebagaimana biasanya.
>>Bersambung>>
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
0 komentar