• Posted by : Jeni Ratna Sari 4 Jan 2013


    Chapter IV
    PASAR SORE ALUN ALUN KOTA



    Walau enggan, mau tidak mau aku harus menghadap memenuhi panggilan Nona majikanku itu. Masih dalam mode slow motion aku berbalik dan pelan berjalan mendekati Non Ega. Mukaku menunduk bukan karena takut, tapi karena menahan rasa malu yang tak terkira.

    "ada apa lagi Non...?"
    "Pardi kan mau masak Non...." Tanyaku begitu sampai di depannya.

    "kamu ini kalau di panggil kayak orang budeg....!"
    "kalau di panggil itu ya cepet ke sini....!" Bentak Non Ega.

    "iya Non... maaf...."
    "ada apa Non...?" Tanyaku lagi masih dengan menundukkan kepala.

    "ntar kamu dandan yang rapi lagi ya...."
    "habis maghrib ntar kita keluar lagi...."

    "loh... mau kemana lagi Non...?" Tanyaku penasaran.

    Memang semenjak kemarin aku rasa Non Ega menjadi sedikit aneh. Tidak biasa biasanya Non Ega mengajakku keluar. Dan tak biasa biasanya juga Non Ega kelayapan seperti ini. Biasanya dia selalu manis berada di rumah, jarang sekali dia keluar selain kalau ada keperluan yang penting.

    Benar benar aku heran melihat perubahan Ndoro Ayuku yang sedemikian drastis itu. Dan satu lagi yang aku tidak habis pikir, kenapa juga Non Ega selalu mengajakku. Apa dia tidak punya pacar atau teman selain aku yang bisa dia ajak sekedar untuk menemaninya kelayapan seperti ini.

    "hehehe... mana ada cowok yang mau ama cewek yang galaknya kayak demit begini..." Ledekku dalam hati.

    Tapi paling tidak aku sedikit lega karena ternyata Non Ega tak membahas soal kejadian memalukanku yang tadi.

    "ya mau kemana kek... suka suka aku lah...."
    "kamu mau nggak...?!" Tanyanya di iringi tatapan melotot.

    "iya lah...." Jawabku pendek.

    "kok pakai lah sih....?!"
    "kalau mau bilang mau, kalau nggak ya nggak....!"

    "iya Non.... Pardi mau...." Jawabku lagi ku pertegas.

    "nah gitu dong..."
    "itu baru namanya abdi yang baik...." Katanya lagi di iringi senyuman.

    "ya udah kalau gitu pardi masak dulu ya..." Kataku meminta ijin.

    "gak usah lah.... gak nafsu aku sama masakan kamu..."
    "enak enggak, bikin sakit perut iya..." Hinanya akan masakanku yang memang belum jelas bagaimana hasilnya.

    "lha terus.... kita mau makan apa kalau gitu...?"
    "ni Pardi udah lapar banget Non..."
    "kalau gak cepet cepet makan bisa pingsan nanti..."

    "hahahahaha..... ya jelas lah kamu kelaparan..."
    "kan kamu habis begituan..." Tawa ledekan Non Ega.

    Ternyata aku salah memilih kata kata. Gara gara omonganku itu, akhirnya apa yang dari tadi aku takutkan itu meluncur juga dari bibir manisnya.

    "dasar Pardi goblooog...."
    "Kenapa juga aku harus bilang seperti itu yang malah memberikan celah kepada Non Ega untuk menertawakanku..." Umpat dan sesalku dalam hati.

    Akhirnya walaupun sudah sangat lapar aku tidak jadi masak sesuai perintah Non Ega. Sebenarnya masakanku memang benar tidak ada apa apanya di banding masakan Ndoro Putri yang memang luar biasa lezat itu. Karena apapun yang di masak Ndoro Putri pasti hasilnya luar biasa.

    Sesuai dengan rancana, selepas maghrib kami berdua keluar dari rumah. Mengendarai motor Yamaha F 1 ZR full cluth warna hitam orange yang lagi booming saat ini, kami berdua berjalan menuju ke alun alun kota Trenggalek. Sesampainya di wilayah alun alun, tempat pertama yang kami tuju adalah pasar sore yang berada tidak jauh ke arah selatan dari alun alun.

    Di pasar sore yang terletak tepat di belakang SMP Negeri III Trenggalek itu terdapat banyak penjual makanan khas Trenggalek yang tentunya nikmat dan menggugah selera. Sesampainya di pasar sore kami langsung menuju ke sebuah warung sumpil ("sumpil" adalah sejenis makanan yang tak jauh beda dengan ketupat sayur) yang terkenal kelezatannya seantero kabupaten. Karena rasa lapar yang sudah tak tertahankan lagi, kami langsung memesan seporsi sumpil sesampainya kami di situ.


    "pak... sumpil dua ya pak...." Pesan Non Ega kepada si bapak penjual makana khas Trenggalek itu.

    "oooh... enggih mbak... monggo pinarak..."
    ("oooh... iya mbak... silahkan duduk...")
    "rantosi sekedhap nggeh..."
    ("tunggu sebentar ya...") Jawab si bapak dengan sopan.

    Kemudian kami langsung mencari tempat duduk yang nyaman dan menunggu pesanan kami datang. Tak berapa lama kemudian pesanan kamipun datang datang juga. Seporsi sumpil dengan lauk tempe kripik di atasnya.

    "unjukane nopo mas... mbak....?"
    ("minumnya apa mas... mbak...?") Tanya sang bapak penjual sumpil itu lagi.

    "kulo es jeruk mawon pak..."
    ("saya es jeruk aja pak...") Jawab Non Ega.

    "kulo enggih sami pak..."
    ("saya juga sama pak...") Sambungku.

    Tak berapa lama kemudian minuman pesanan kami berdua juga datang. Karena rasa lapar yang sudah sedemikian beratnya, tanpa basa basi kami berdua langsung menyantap seporsi sumpil itu dengan buas seperti orang kelaparan yang sudah bertahun tahun tidak pernah makan.

    Lucu sekali aku melihat Non Ega yang biasanya makan penuh dengan gaya nan elagan makan seperti itu. Saking nafsunya sampai sampai bibir Non Ega belopotan makanan. (cepresen kalau dalam bahasa jawanya.)
    Sepertinya Non Ega tidak menyadari itu, Non ega masih saja asik menyantap makanannya dengan lahap. Aku hanya tersenyum melihat kekonyolan kekanak kanakan Ndoro Ayuku itu.

    Entah karena apa dan keberanian dari mana sampai aku tiba tiba saja mengambil selembar tisu dan menyeka membersihkan bibir Non Ega yang belepotan makanan itu. Aku tak mengerti bagaimana aku bisa berbuat seberani dan seromantis itu kepada Ndoro Ayu yang biasanya selalu menyengsarakanku itu.

    Mengetahui perbuatanku itu Non Ega hanya terdiam dan memandangku dengan tatapan mata sayu andalannya. Sebuah pandangan yang berbeda dari biasanya yang seakan selalu menyimpan dendam. Pandangannya kali ini terlihat sayu dengan selaksa makna tersirat yang tersembunyi di dalam pandangannya itu.

    Sejenak akupun juga terdiam dan membalas tatapan mata Non Ega. Sejenak tatapan mata kami beradu seolah kembali sedang berada dalam mode slow motion. Mode yang biasanya selalu menyiksaku itu kini berubah menjadi menenangkanku. Sungguh aku tak ingin kehilangan momen momen indah seperti ini. Sebuah momen romantis yang teramat sangat langka untuk manusia seperti diriku, apalagi aku mendapatkannya dari gadis seperti Non Ega. Sedetik momen indah itu sangat berharga sari seumur hidupku dan akan selalu aku kenang seumur hidupku pula.

    Begitu tersadar Non Ega langsung memalingkan wajahnya. Terlihat semu rona kemerahan tersipu malu di wajah cantiknya. Tak beda dengan Non Ega, wajahku juga merona kemerahan menahan sipu malu. Secepat kilat aku menarik tanganku dari usapan di bibir manis Non Ega. Sejenak kami berdua saling terdiam tanpa suara.

    Selesai menghabiskan seporsi sumpil pesanan kami tadi, setelah membayar (sudah tentu Non Ega yang membayar kami langsung meninggalkan pasar sore berjalan kaki meninggalkan motor kami di parkiran pasar sore menuju ke alun alun kota Trenggalek yang berjarak sekitar seratusan meter dari situ. Kami berdua berusaha bersikap biasa, berusaha seolah olah baru saja tidak terjadi apa apa. Padahal kami berdua baru saja mengalami momen indah yang menggetarkan jiwa.

    Sesampainya di alun alun kami hanya berjalan jalan sejenak kemudian berhenti nongkrong di sebuah ayunan yang banyak berada di alun alun. Di kanan kiri kami banyak sepasang muda mudi yang sedang memadu kasih. Terlihat dari tatapan mata Non Ega yang sinis, sepertinya Non Ega iri dengan mereka. Mungkin Non Ega iri karena selama ini (sejauh yang aku tau) Non Ega belum punya pacar dan belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Aneh memang kalau gadis secantik jelita Non Ega tidak punya pacar dan belum pernah pacaran, tapi memang itulah kenyataannya.

    Walaupun sebenarnya juga tidak terlalu aneh kalau Non Ega masih belum punya pacar. Selain di karenakan tabiat buruk Non Ega yang judes angkuh dan congkaknya minta ampun, juga di karenakan asal usul keluarga ningrat Non Ega. Cowok Cowok di luaran sana pasti minder dan takut terlebih dahulu kalau ingin mendekati Non Ega, apalagi kalau sampai ngapel kerumahnya. Sejauh ini aku belum pernah menemui ada cowok yang berani ngapelin Non Ega.

    "sungguh kasihan sekali kamu Ga..." Gumanku dalam hati.

    Mirip seperti di film film romantis korea, kami berdua duduk bersampingan dan bermain di ayunan. Sekali lagi inilah momen romantis yang akan selalu aku kenang. Aku berdoa semoga momen romantis seperti ini tak akan pernah usai. Aku berdoa semoga selamanya Non Ega selalu manis seperti ini. Aku berdoa juga semoga iblis di hatinya sudah mati dan tak akan penah bangkit kembali untuk selamanya.


    "Di... beli camilan atau apa kek..."
    "sana gih...." Perintah Non Ega sambil bermain ayunan.

    "duwitnya mana Non...?" Jawabku lugu.

    "jiiiah.... pakai duwit kamu lah...."
    "kan kamu tiap hari sama ibuk juga di kasih duit....?"
    "masa kamu gak punya duit, orang jatah kita juga sama kan....?"
    "terus kamu kemanain duit itu...?" Kata Non Ega dengan nada yang terdengar manis dan merdu di telinga.

    "hehehehe.... aku gak bawa duit Non..."
    "kan jatahku tiap hari aku tabung..."
    "biar kaya... biar bisa punya rumah, mobil, sawah yang luas, usaha di sana sini, dan istri yang cantik..." Kataku berangan angan.

    "huh dasar kompeni.... ngimpi aja terus sampai tua..."
    "irit banget sih kamu jadi manusia...."
    "emang nabung duit segitu kamu kira bisa kaya apa...?"
    "ya udah ni..." Jawab Non Ega sambil memberikan selembar uang limapuluh ribuan.

    Setelah menerima uang itu aku langsung bergegas menuju ke sebuah warung kaki lima yang berada di bawah pohon beringin besar di tengah alun alun.

    "pak tumbas teh botol kalih..."
    ("pak beli teh botol dua...")
    "chiki sekawan sekalian rokok gudang garam surya rong ler nggeh..."
    ("chiki empat sekalian rokok gudang garam surya dua batang ya...") Beliku sesampainya di kias tersebut.

    "enggih mas... di kopi di monitor mas..." Jawab si bapak penjual sok melucu.

    "pinten pak...?"
    (berapa pak....?")

    "sedoyo pas sedoso mas..."
    (semua pas sepulu ribu mas...") Jawab sang bapak penjual sambil menyerahkan sekantong plastik pesananku.

    Akupun membayar dengan uang pemberian Non Ega tadi. Sambil menunggu si bapak penjual yang sepertinya ribet menghitung uang kembalian, aku menyalakan sebatang rokok dengan korek yang tergantung di situ.

    Setelah menerima uang kembalian aku langsung kembali menuju ke ayunan tempat Non Ega aku tinggalkan tadi. Langsung aku menyerahkan belanjaanku itu beserta kembaliannya ke Non Ega sesampainya di situ.

    "belinya banyak banyak amat sih...?" Kata Non Ega setelah menerimanya.

    "lah... kan sebagian buat aku Non...."

    "jiaah... enak aja kamu...."
    "ngeluarin duit gak mau... maunya gratisan terus..."

    "yaelaah Non... masa tega sih Non..."
    "sadis amat jadi orang..."

    "biarin... terserah aku doong... duit duit aku ini...."
    "eh... kamu ngapain juga sok sok'an ngrokok...?"
    "tak bilangin bapak loh..." Ancamnya yang heran melihatku menghisap sebatang rokok.

    Aku memang bukan seorang perokok berat. Hanya sesekali saja aku merokok sekedar buat hiburan. Itu juga kebanyakan sedekah pemberian dari bapak bapak temanku mencari pakan kambing di hutan.

    "hehehe... iseng doang Non...."
    "mbok ya jangan di laporin to Non..."
    "masa dikit dikit ancamannya mau nglaporin sih...?"

    "lagian kamu nya...."
    "pakai sok sok'an lagi... Nih..." kata Non Ega sambil memberikan teh botol kepadaku.

    "hehehe... Non Ega baik banget sih..."
    "Pardi jadi malu...." Candaku sambil menerima pemberian Non Ega.

    "cengengesan lagi... nggak gratis tu..."
    "ntar sampai rumah ganti...." Jawab Non Ega dengan gaya centil.

    "yaelaah Non... pelit amat sih..."

    Selama di alun alun kami berdua menghabiskan waktu dengan ngobrol ngobrol santai. Sikap dan gaya bicara Non Ega juga tidak seperti biasanya yang selalu bernada keras dan di iringi dengan makian. Gaya bicara Non Ega sekarang terkesan manis halus lembut dan nyaman di dengar.

    "Di... kamu bisa nggak kalau di luar nggak pakai panggilan Non..." Kata Non Ega sambil sibuk menikmati chiki.

    Aku yang sedang minum teh botol sampai tersedak kaget mendengar kata Non Ega itu. Entah kesambet demit dari mana sampai dia bisa bicara seperti itu.

    "uhuk... uhuk... uhuk...."
    "enggak ah Non... Pardi nggak berani...."
    "enggak sopan itu namanya.... Pardi takut kualat Non..." Jawabku sambil terbatuk tersedak.

    "lebih kualat lagi kalau kami berani menolak permintaanku..." Jawab Non Ega dengan mata melotot tapi manis dan menenangkan.

    "ya udah deh... nurut ajalah dari pada babak belur..." Kataku mengiyakan permintaan Ndoroku.

    "hehehe.... gitu dong...."
    "dari pada gigi kamu rontok semua... iya kan...?" Senyum senang Non Ega.

    Tanpa Non Ega sadari bahwa dari tadi aku selalu memperhatikannya. Gaya dan tingkah lakunya yang berubah manis semakin menambah kekagumanku akan kecantikan raganya. Dengan sikap manis itu aura keayuannya semakin keluar walaupun dia hanya mengenakan pakaian alakadarnya. Walau hanya mengenakan kardigan hitam dengan bawahan celana jeans ketat di potong selutut, Non Ega yang memang sudah cantik bertambah semakin cantik di mataku malam ini.

    "Non Ega.... I love you Non..." Kataku dalam hati

    Sekitar jam sepuluh malam kami baru beranjak pulang dari alun alun. Saat perjalanan pulang itulah momen momen romantis kembali hadir. Mungkin karena udara yang dingin, Non Ega yang berada di boncengan memelukku dengan erat. Dia memeluk dan menempelkan tubuhnya sambil menyandarkan kepalanya di pundakku sari belakang. Saking erat peluakannya sampai aku bisa merasakan buah dadanya yang lumayan besar dan kenyal itu menempel di punggungku.


    Gemetar bercampur merinding aku mendapat anugrah seindah itu. Pelan namun pasti si adik kecil lucudi bawah sana juga mulai nakal bangun dari tidurnya.

    "Gayatri.... aku tresno marang sliramu ndok...."
    ("Gayatri.... aku cinta kepadamu....")
    "saumpomo sliramu iso krungu isi atiku Ga...."
    ("seumpama kamu bisa mendengar isi hatiku Ga...")
    "aku nandang wuyung Ga... nandang wuyung...."
    ("aku kasmaran Ga... kasmaran....") Kata hatiku mengungkapkan rasa.

    Setelah menempuh perjalanan santai sekitar setengah jam, akhirnya kami sampai juga di rumah. Kini saatnya aku sadar dari mimpi dan kembali ke dunia di mana aku semestinya. Aku sepenuhnya sadar kemesraan ini bukanlah di sengaja, semua ini hanya kebetulan semata dan Non Ega menganggap semua ini bukan apa apa. Dan tak seharusnya juga aku mempunyai rasa ini. Aku tak pantas dan aku harus melupakan semua yang baru terjadi saat ini juga, sebelum aku terluka. Aku harus sadar siapa aku dan siapa dia. Kami ibarat langit dan bumi yang tak akan mungkin bisa bersatu kecuali nanti di hari akhir. Hari di mana laut di tumpahkan dan langit di runtuhkan.

    Sesampainya di rumah, setelah memasukkan motor ke garasi aku langsung masuk kekamarku. Setelah berganti pakaian dengan pakaian santai (celana kolor dan kaos oblong), aku menyempatkan diri membuka buka buku pelajaranku seperti biasanya. Belum genap lima belas menit aku belajar, tiba tiba terdengar teriakan iblis Non Ega yang lahir kembali.

    "Pardi...!!! kampret....!!!" Teriakan iblis betina.

    "iya Non.... ada apa...?" Jawabku sambil buru buru berlari menemuinya.

    Sesampainya di depan kamar Non Ega, ternyata dia sudah menunggumu di depan pintu, dan dia juga sudah berganti pakaian. Seakan tak percaya dan ingin tak percaya dengan apa yang aku lihat. Non Ega yang berdiri di ambang pintu itu mengenakan daster tidur berbahan sutra yang tipis berwarna merah terang. Saking tipisnya gaun itu sampai aku bisa melihat siluet indah tubuhnya yang berada di balik balutannya. Dan satu lagi yang membuatku hampir pingsan.
    Terlihat jelas bahwa di balik gaun merah tipis itu Non Ega tidak mengenakan bra penyangga payudaranya. Samar tercetak puting payudaranya di daster tipis yang dia kenakan.

    "cukup Non... cukup...."
    "ampun.. Pardi nggak sanggup lagi Non... ampun.."
    "jangan siksa Pardi seperti ini Non..." Kata hatiku.

    Aku benar benar merasa tak sanggup lagi menghadapi godaan yang datang bertubi tubi seperti ini. Semoga saja tuhan masih memelihara kewarasan dan kesadaranku. Semoga saja aku kuat menghadapi ini semua.

    "Pardi... kamu tidurnya di kamarku aja ya..."

    jegluaaar....
    Bagaikan di sambar petir aku mendengar kata kata Gayatri itu.

    "ya tuhan.... cobaan apa lagi ini....?" Batinku.

    "kamu temenin aku ya... aku takut...." Rengek manja Non Ega minta di temani.

    "tapi Non...." Kataku mencoba menolak.

    "sssst.... inget.... jangan panggil Non...."
    "cukup Ega atau Gayatri saja..."
    "gak usah pakai embel embel Non lagi... ok..."
    "dan nggak usah pakai tapi tapian...." Kata Non Ega memotong perkataanku.

    "okelah kalau begitu...."
    "nggak mau juga pasti di paksa..." Jawabku mengiyakan.

    Dengan terpaksa aku menerima permintaan Nona majikanku itu. Wajahku tertekuk kecut walau sebenarnya hatiku riang tak terkira. Batapa bahagia dan beruntungnya aku malam ini hingga harus menerima anugrah yang sedemikian bertubi tubi, walau sebenarnya aku juga masih belum percaya kalau semua ini nyata adanya.

    Aku masih berdiri terpaku di depan pintu kamar Non Ega. Aku belum berani menyusul Ndoro Ayuku yang sudah masuk terlebih dahulu ke dalam kamarnya.

    "ayooook..... cepet..." Panggil Non Ega.

    Karena aku masih terdiam dan belum berani masuk ke kamarnya, Non Ega kemudian mendekat dan menarik lenganku masuk ke kamarnya.

    Kejutan ini belum berakhir sampai di sini saja. Sesampainya di dalam kamar, Non Ega malah menyuruhku untuk tidur di atas seranjang dengannya.

    "kamu tidurnya di atas ya Di...."
    "jangan jauh jauh.... Ega takut...." Rengek manja Non Ega lagi.

    "tapi Non....?" Jawabku ragu.

    "udah gak usah tapi tapian...."
    "ayo cepet sini naik.... Ega dah ngantuk ni..."

    "iya Non...." Jawabku masih ragu.

    Aku kemudian naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhku di samping Non Ega. Dia atas ranjang berseprei ungu itu hanya guling yang menjadi pembatas di antara kami berdua. Dari tempatku berbaring dapat jelas tercium aroma wangi tubuh Non Ega.

    Tak berapa lama kemudian Non ega sepertinya sudah terlelap tidur. Sementara aku yang terbaring di sampingnya masih belum bisa memejamkan mata. Fikiran dan khayalku melayang jauh terbang tinggi membayangkan segala yang serba seandainya.

    Sudah larut malam aku baru bisa memejamkan mata. Tidak ada sekitar satu jam aku memejamkan mata, aku merasa ada seseorang yang sedang memperhatikan aku sehingga aku membuka mataku. Setelah aku membuka mata ternyata itu hanya bayanganku saja. Tak ada siapa siapa di sana, yang ada hanya Non Ega yang sedang tertidur lelap.

    Kembali aku berusaha memejamkan mata walau sulit dan akhirnya berhasil juga. Akhirnya aku bisa terlelap tertidur di samping keindahan yang sebenarnya sayang untuk di lewatkan walau hanya sekejap mata.

    Lagi lagi aku terbangun di tengah malam. Entah kenapa aku kemudian bangkit dari tidurku. Aku lihat di sebelahku Non Ega yang cantik masih tertidur pulas dengan pose yang anggun. Pandangan mataku menelusuri sesosok perempuan cantik bernama Gayatri yang sedang tetidur lelap di sampingku itu utuh dari ujung rambut sampai ujung kaki.

    Entah ada apa sebenarnya dengan diriku sehingga tiba tiba timbul keberanianku untuk berbuat tidak sopan kepadanya. Walaupun sebenarnya hati kecilku mengatakan kalau ini salah, tapi sepertinya anggota tubuhku tak lagi memperdulikan teguran sang hati kecil itu.

    Perlahan aku singkirkan guling bersarung ungu senada seprei yang menjadi pemisah di antara kami itu. Setelah tak ada penghalang lagi di antara kami, perlahan aku mendekat bersimpuh di sampingnya yang masih nyenyak terlelap. Sekali lagi mataku menjelajahi keindahan sesosok tubuh bergaun tidur merah yang sedang terbaring terlentang di hadapanku.

    "kowe kok ayu banget to Ga..."
    ("kamu kok cantik banget sih ga...") Batinku.

    Tak puas hanya dengan memperhatikan saja keindahan itu, tanganku perlahan walau dengan gemetar mulai menjamahnya. Pertama jemariku tangan kananku mulai mengusap lembut pipi ranum gadis maha cantik itu dengan usapan halus penuh kasih sayang. Ku jelajahi setiap jengkal wajah ayunya mulai dari pipinya yang ranum, mata indahnya yang selalu mengeluarkan sorot tatap sayu, hidungnya yang mancung, bahkan sampai di bibirnya yang indah merah merona.

    Seakan masih belum puas hanya membelai lembut wajahnya yang cantik, tanganku yang satunya juga mulai nakal bergerilya. Tanganku yang sebelah kiri itu mulai berani mengelus sepasang paha mulus yang masih tertutup gaun tidur merah sepanjang lutut itu. Perlahan usapan tangan kiriku itu semakin tak terkendali, tanganku semakin naik lebih tinggi jauh dari sepatutnya.

    Sudah tak kuat lagi menahan nafsu yang sudah sedemikian kuat mencemari rasa hormat dan kesopananku, segera aku menyingkapkan rok gaun tidur warna merah terang itu sampai sebatas pusarnya. Dan lagi lagi betapa terkejutnya aku dengan apa yang ada di hadapan mataku.

    Ternyata di balik gaun tidur itu, Non Ega tidak mengenakan celana dalam sebagai pertahanan terakhirnya alias polos. Segundukan daging di selangkangan Non Ega yang beberapa hari lalu hanya bisa aku intip sekarang tersaji jelas di hadapanku. Segundukan daging syahwat yang beberapa hari lalu rambut kemaluannya sedang di rapikan sang empunya itu seperti memanggilku untuk menikmati kehangatannya.

    Tak kuasa lagi menahan hawa nafsuku yang sudah membumbung tinggi, aku langsung memelorotkan celana kolorku sekalian celana dalam biru yang akau pakai. Seakan aku sudah tak perduli lagi dengan kemungkinan Non Ega terbangun dan melakukan perlawanan. Aku segera menindih tubuh mungilnya dan mengusap usapkan kemaluanku yang sudah keras sempurna itu di belahan bibir kemaluannya yang ternyata juga sudah basah total.

    Belum sempat aku melakukan penestrasi, tiba tiba aku merasa ada sebuah dorongan nikmat yang teramat sangat nikmat bergumpal di ujung kepala kemaluanku dan siap untuk menyembur keluar. Mati matian aku berusaha menahan dorongan nikmat itu untuk tidak pecah terlebih dulu sebelum aku bisa merasakan nikmatnya lubang kewanitaan Ndoro ayuku ini. Lubang kewanitaan yang aku dapuk untuk mengeksekusi keperjakaanku.

    Tapi apa mau di kata, atau mungkin juga karena ini baru yang pertama. Sekuat apapun aku berusaha menahannya, tapi dorongan itu terlalu kuat untuk aku kalahkan. Dalam hitungan ketiga gesekan kepala kemaluanku di bibir kemaluan Ndoroku yang sudah basah itu, akhirnya semburan kenikmatan itu keluar juga tanpa mampu aku tahan tahan lagi.

    "oooohh..... mmmmhh...." Desahku keenakan seiring semburan hangat nikmat dari ujung kemaluanku.

    "creet... creet... creet... creet...."

    Belum sempat aku menyelesaikan semburan kenikmatanku sampai tuntas, tiba tiba saja Non Ega terbangun dari tidurnya. Betapa terkejutnya dia mengetahui aku sedang menindih tubuhnya. Secara reflek dia mendorong tubuhku sampai aku terjengkang dan.....

    "gdlebuuk....." Suara tubuh jatuh dari ranjang.

    "hahahahaha......" Sayup tawa terpingkal dari atas tempat tidur.

    Persis seperti malam kemarin tiba tiba dunia seakan berputar aneh. Begitu aku membuka mata dan mampu mengumpulkan segenap kesadaranku, ternyata aku sudah terlentang di lantai.

    dan ternyata.....

    "oooh.... sial... ternyata hanya mimpi...." Batinku.

    Aku merasakan tubuhku sakit semua seakan remuk redam seluruh tulangku. Dari atas tempat tidur aku lihat Non Ega tertawa terpingkal pingkal menertawakan kekonyolanku.

    "hahahahaha....."
    "Pardi Pardi..... ngapain kamu hah....?"
    "begok amat sih kamu jadi anak...." Tanya di antara tawanya.

    Aku tak menanggapi tertawaan Non Ega itu, aku masih memegangi pinggangkuu yang rasanya patah setelah terjatuh dari tempat tidur.

    "eh... Pardi.... kamu ngompol ya...."
    "kok celana kamu basah itu...?" Tanya Non Ega lagi.

    Segera kau tersadar setelah mendengar kata kata Non Ega itu. Segara aku melihat kebawahku, dan benar saja. ternyata di celana kolor yang aku pakai ada noda basah. Dan aku tau persis kalau itu buka basah ompol melainkan basah spermaku stelah bermimpi basah.

    "sialan... ternyata aku mimpi basah...." gumanku dalam hati.

    Aku malu tak terkira dengan ini. Ini kedua kalinya aku tertangkap basah dalam keadaan seperti ini oleh Non Ega. Saking malunya aku buru buru berlari keluar dari kamar Non Ega walau dengan tertatih tatih dan memegangi pinggang setelah terjatuh dari ranjang yang lumaya tinggi. Kepergianku dengan rasa malu tak terkira itu di iringi gelak tawa dari Ndoro ayu Gayatri.

    "hahahahaha........" Ledak tawa Non Ega.

    >>>Bersambung>>>

    0 komentar

  • Online

    Copyright © 2013 - Nisekoi - All Right Reserved

    Forum Bersama Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan