- Home>
- Cerita Fantasi >
- LORO BRONTO NANDANG CIDRO PART IX
Posted by : Jeni Ratna Sari
4 Jan 2013
Chapter IX
JATI TRESNO
JATI TRESNO
>>>Baca Kisah Sebelumnya>>>
Malam semakin larut dan kabut tipis berlambarkan dingin mulai turun menyelimuti bumi. Aku masih terjaga dan belum bisa memejamkan mataku di saat semua orang sudah larut terbuai di dalam mimpi mereka masing masing.
Bayanganku masih belum bisa lepas dari seraut wajah yang tegurat indah di atas kanvas usang yang aku temukan tadi siang sewaktu membersihkan gudang. Seraut wajah misterius yang tergurat penuh dengan sejuta misteri. Jutaan tanya masih menyesaki benakku tentang siapa sebenarnya sosok perempuan di dalam lukisan itu.
"siapa sebenarnya wanita itu...?"
"kenapa raut wajah dan semua yang ada di perempuan itu mirip dengan Non Ega...?"
"dan kenapa juga hatiku tergetar saat menatapnya..." Tanya yang berulang ulang jutaan kali di benakku.
Saat sang ayam jantan mulai berkokok aku baru bisa memejamkan mataku. Belum sempat aku terhanyut larut di dalam buaian mimpi, tiba tiba aku sudah di kejutkan dengan suara gedoran kasar di pintu kamarku.
"jdogh... dogh... dogh... dogh..." Suara gedoran kasar di pintu kamarku itu.
Aku tersentak terbangun mendengar gedoran kasar di pintu kamarku itu. Mataku berat dan kepalaku terasa pusing karena baru sekejap memejamkan mata. Nyawaku yang belum sempat melayang mengejar buai mimpi belum sepenuhnya kembali keragaku.
"Pardi...!" Teriak Ndoro Putri dari luar kamarku.
Rupanya beliau yang sedang menggedor pintu kamarku itu. Dengan kepala berat dan mata yang masih terkantuk kantuk aku memaksakan diri bangun dari tidurku. Sesaat aku lirik jam dinding yang terpasang di kamarku yang ternyata sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi.
"oh sial... aku kesiangan..." Batinku setelah melihat jam dinding.
"enggih Ndoro.... sekedap..."
("iya Ndoro... sebentar...") Jawabku sambil langsung meloncat turun dari ranjangku.
Segera aku membuka pintu kamarku. Di depan pintu kamarku Ndoro Putri sudah menungguku sambil berkacak pinggang garang.
"nyuwun sewu Ndoro..." Ucap maafku sesampainya di hadapan beliau.
"kowe ki jian dasar bocah gemblung opo piye sih..."
("kamu itu emang dasar anak gemblung atau gimana sih...?")
"motomu opo ra melek... wis jam piro iki...?!"
("matakamu apa nggak melek... udah jam berapa ini...?!") Seprot Ndoro putri sambil bergestur menunjuk jam tangan.
"nyuwun pangapunten Ndoro..."
("minta maaf Ndoro...") Ucapku meminta maaf sembari menekuk wajah tak berani memandang beliau.
"buocah kok penggaweane mbangkong...!"
("anak kok kerjaaanya bangun kesiangan...!") Omel Ndoro Putri sambil menjewer kupingku.
"auw...auw...auw...." Aku hanya meringis kesakitan di jewer seperti itu. Aku yang sudah akhil baliq ini masih beliau perlakukan seperti anak kecil.
"kono gek ndang nyapu nyapu kono..."
("sana cepat nyapu nyapu sana...")
"bar kui gek ndang adus gek ndang budal sekolah..."
("habis itu cepat mandi dan cepat berangkat sekolah...") Perintah beliau sambil masih menjewer kupingku.
"buk... buk... buk... bocah wis gede kok sek panggah di jewer wae..."
("buk... buk... buk... anak udah gede kok masih di jewer aja...") Bela Ndoro Kakung seperti biasanya.
"hahahahaha.... jewer wae terus buk..."
("hahahahaha... jewer aja terus buk...")
"yen iso di puklesne sisan kupinge Pardi kui..."
("kalau bisa di patahin sekalian kuping Pardi itu...") Gelak tawa Non Ega yang senang kalau aku di perlakukan seperti ini oleh ibunya.
Pandangan ya sinis menatapku dari balik senyumannya yang kelihatan palsu itu. Sepertinya Non Ega masih marah dan benar benar benar marah kepadaku, bahkan mungkin kini sudah menjurus ke arah benci.
"hush... omonganmu ki loh Ga..."
("hush... omongan kamu itu loh Ga...") Tegur Ndoro Kakung ke Non Ega.
"hehehehe.... ayahanda... peace...." Senyum palsu manja Non Ega sambil membuat gestur dua jari lambang perdamaian ke ayahnya
Kisah cintaku dengan Triana sepertinya benar benar melukainya, tapi kenapa dan atas dasar apa?
"udah udah... sana cepetan mandi gih..." Perintah Ndoro Kakung sambil mendorong halus anak gadisnya itu.
"uwis to bukne.... mbok yo ojo galak galak to karo Pardi..."
("sudah lah buk... jangan galak galak apa sama Pardi...")
"wong bocah wis bujang barang kok sek di jewer koyok bayi..."
("orang sudah bujangan kok masih di jewer kayak bayi...")
"haiyah.... bapak ini...."
"selalu saja Pardi di belani... lama lama nglunjak pak.."
"gak punya aturan gak punya tatakrama..." Sanggah Ndoro Putri sambil melepaskan jewerannya yang memerahkan daun telingaku.
Langsung aku buru buru mengerjakan tugas wajibku menyapu halaman setiap pagi seperti biasanya sebelum aku di marahi Ndoro Putri sekali lagi. Setelah menyelesaikan pekerjaan itu aku kemudian langsung bergegas mandi dan bersiap berangkat ke sekolah.
====================
Hari ini hari minggu.
"Pardi...." Panggil Ndoro Kakung dari ruang keluarga.
"enggih Ndoro... sekedap...."
("iya Ndoro.... sebentar....") Jawabku dari kamar yang baru selesai mandi pagi dan sedang berpakaian.
Selesai berpakaian, aku buru buru menghadap Ndoro Kakung memenuhi panggilan beliau.
"sendiko dawuh Ndoro... wonten nopo nggeh..." Tanyaku sopan begitu sampai di hadapan beliau.
"ngger... kae Ega njaluk kamare cat'e di ganti..."
("nak... itu Ega minta kamarnya catnya di ganti....")
"awakmu iso toh le ngecat..."
("kamu bisa kan nak ngecat...")
"whalah.... nggeh saget to ndoro..."
("whalah.... ya bisa lah Ndoro...")
"namung ngecet mawon kok mosok mboten saget sih..."
("cuma ngecat doang masa gak bisa sih...")
"jangan asal bisa bisa doang pret..."
"awas ntar kalau jelek... tak kruwes kamu ntar..." Sambar Non Ega sinis yang baru keluar dari kamarnya dan masih bergaun tidur sutra tipis selutut warna merah warna favoritnya.
Mengenakan gaun tidur itu dan wajah yang masih kucel baru bangun tidur, tapi Non Ega masih kelihatan cantik dan manis.
"santai apa Non... kalau jelek ya nasib Non aja lagi apes kali..." Jawabku asal sengaja meledek.
"coba aja kalau beneran jelek..."
"tak huh kamu....." Balas Non Ega sambil menunjukkan kepalan tangannya.
Terlihat dari raut wajahnya sepertinya Non Ega serius dengan ancamannya itu.
"heh... heh... heh.... opo toh iki...?"
("heh... heh... heh... apa sih ini...?")
"Ega... cepat mandi sana... prawan kok jam segini baru bangun..."
"le Di... nyo iki duwite nggo tuku cat..."
("Di... ini duwitnya buat beli cat...") Kata Ndoro kakung sambil memberikan selembar uang seratus ribuan kepadaku.
"enggih Ndoro..."
"Non Ga kamarnya mau di cat apa Non...?"
"mau di cat warna hitam apa merah...?" Tanyaku kepada Non Ega tentang warna yang dia mau sambil menerima uang dari Ndoro Kakung.
"semprul kowe... dasar kampret...."
"ya warna cewek lah kampret... warna pink..."
"tapi pink nya yang lembut... awas kalau sampai salah..." Ancam Non Ega sambil ngeloyor pergi ke dapur.
Melihat tingkah polahku dan Non Ega yang seperti tom and jerry itu Ndoro Kakung hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.
Segera aku menuju toko material terdekat untuk membeli cat seperti keinginan Non Ega. Untung saja toko material mempunyai warna cat yang aku maksud.
Sesampainya aku di rumah, sambil menenteng cat seperalatannya dan seember air, tanpa permisi aku langsung menyelonong masuk ke kamar Non Ega untuk mengecat kamarnya itu.
"yaaaaaih....!!!"
"edan kamu ya.... dasar kampreet...!!!" Jerit Non Ega yang ternyata sedang telanjang baru selesai mandi hendak berganti pakaian di dalam kamarnya.
"maaf... maaf.... maaf Non...."
"Pardi memang sengaja Non... Maaf ya..." Buru buru aku kembali menutup pintu kamar Non Ega sambil meminta maaf.
Tak berapa lama kemudian setelah selesai berpakaian Non Ega keluar dari kamarnya sambil menenteng bh dan celana dalam kotornya.
"dasar otak mesum...!"
"kalau mau mesum sama si kutu kupret pacar kamu saja sana..."
"gak sopan banget sih jadi kampret...!"
"makan nih....!!!" Damprat Non Ega sambil meraupkan bh dan celana dalam kotornya ke wajahku.
"huasem... semprul... bau banget sih..." Ucapku spontan sambil menutup hidungku.
"sembarangan kalau ngomong...."
"onderdil priyayi mana ada yag bau...!"
"emangnya onderdil babu kaya kamu apa...?" Balas Non Ega sambil tersenyum kecut selah berhasil mengerjaiku.
Sebenarnya pakaian dalam Non Ega itu memang benar berbau harum khas aroma tubuhnya walaupun sudah kotor bekas di pakai.
Setelah selesai keributan kecil antara aku dan Non Ega, segara aku masuk ke kamar Non Ega dan memulai pekerjaanku mengecat kamarnya. Sengaja aku mengunci pintu kamar agar Non Ega tidak merocoki dan mengganggu pekerjaanku.
Pertama aku rapikan barang barang Non Ega. Lemari, meja rias, dan ranjang aku tarik ke tengah. Figura photo, jam dinding, gantungan baju, dan segala hal yang menempel di dinding aku lepas semua. Setelah selesai baru semua aku tutup dengan koran bekas agar tidak terkena cipratan cat.
Saat sedang merapi rapikan barang barang Non Ega itulah, tiba tiba pandanganku tertuju ke sebuah diary pink yang tergeletak di atas meja rias. Sebuah diary yang dulu sempat terbuka dan terbaca satu halamannya olehku yang bertuliskan the sound of heartbreak. Kalau aku juga tidak salah ingat, sepertinya diary itu sudah ada semanjak Non Ega SMP.
Kembali rasa penasaranku bangkit akan isi diary itu. Siapa tau aku bisa mengetahui rahasia paling rahasia dari Nonaku itu. Dan mungkin juga inilah awal pembalasanku.
Dengan sungging senyum iblis di bibirku, perlahan aku buka diary itu lembar demi lembar dari lembar pertama.
Lembar pertama
Betapa terkejutnya aku setelah membaca lembar lembar demi lembar dari diary itu. Ternyata diary itu berisikan pemujaan Non Ega terhadap seorang cowok dan ratapan kesakitanya karena cowok itu serta adanya orang ketiga di antara mereka.
Lembar kedua
Bahagianya aku hari ini. Hari ini pas hari ulang tahunku yang ke empat belas, dia membuatkanku sebuah cincin rumput sebagai hadiah ulang tahunku.
terima kasih.... Indah sekali cincin ini....
akan ku jaga selamanya cincin ini dan sebagai tanda pinanganmu untukku.
Love you... mmmuuah....
Aku perhatikan dengan seksama cincin rumput itu. Ingatanku melayang mengingat ingat kejadian empat tahun yang lalu. Aku ingat betul kalau cincin rumput itu aku yang membuatnya dan aku berikan kepada Non Ega saat ulang tahunnya yang ke empat belas waktu itu.
Semakin aku penasaran dengan isi diary tersebut setelah mengetahui isi lembar kedua itu.
28 juni
iiihhh.... sebel... kenapa sih kamu masih saja nggak sadar...???
dasar kampret guoblok....
begok banget sih kamu jadi manusia...
29 juni
aku malu.... tadi tanpa sengaja aku melihatnya telanjang di kamar mandi.
kenapa jantungku deg degan ya...???
ooh diary... tolongkah aku... aku tak sanggup lagi...
belalainya itu loh... ya ampun... ngeri ah....
tapi tadi dia tau nggak ya....???
oh tuhan.... jangan sampai dia tau.... please...
"kalau begitu berarti Non Ega jugaa...." Gumanku terkejut setelah membaca isi diary itu.
2 juli
Hay diary....
kenapa debaran jantung ini semakin kuat saat bersamanya
hay diary....
aku benar benar jatuh cinta
hay diary....
tolong sampaikan rasa ini kepadanya
hay diary....
aku ingin memilikinya
hay diary....
apakan dia juga merasakan hal yang sama
hay diary....
kenapa debaran jantung ini semakin kuat dan menguat saat bersamanya
hay diary....
kelam saat aku dewasa, aku akan menjadi istrinya, menjadi permaisurinya
Aku tak pernah menyangka kalau ternyata Non Ega mempunyai perasaan kepada si kampret yang berarti adalah aku, Supardi, babu atau abdi di rumahnya.
Tiba tiba hatiku berdesir, hatiku terasa perih seakan tersayat sayat. Tanpa terasa air mata mulai jatuh membasahi pipiku.
kenapa Ga... kenapa....?
kenapa kamu tak mengungkapkan ini semua... kenapa...?
apakah kamu tak merasakan kalau aku juga mempunyai rasa yang sama...?
apakah masih kurang sinyal sinyal yang aku berikan....?
aku juga jatuh cinta Ga... aku jatuh cinta kepadamu Gayatri....
tapi sayang segalanya sekarang sudah terlambat Gayatri...
sudah terlambat.... sangat terlambat....
kenapa aku harus mengetahuinya di saat semua sudah tak mungkin lagi... kenapa....?
aku cinta kepadamu Gayatri... aku cinta....
Tangis dan ratap kesedihanku dalam hati setelah mengetahui bahwa sebenarnya Non Ega juga mempunyai perasaan yang sama kepadaku.
Aku dekap erat erat diary pink itu sambil terduduk di lantai bersandar tembok kamar meratapi kesedihanku, menyesali apa yang sudah terlewati.
tidak.... aku tak perlu menyesali ini....
biarlah semua ini menjadi kenangan...
tak seharusnya aku memandang ke belakang...
sekarang aku sudah punya Ana...
ya... aku sudah punya Ana...
kepadanya aku sudah berjanji dan barus ketepati...
Analah masa depanku....
maafkan aku Ga.... maafkan aku Gayatri...
Kata hatiku sekali lagi berusaha melipur lara dan meneguhkan hati.
Percuma aku menyesali kenyataan kenapa aku tak bisa menangkap sinyal sinyal bahwa sebenarnya Non Ega juga menaruh hati kepadaku. Sekarang aku harus tetap memandang lurus kedepan, karena di sana sudah ada Ana yang menungguku dengan kelembutan senyuman dan hangatnya cinta.
Aku tutup diary itu dan aku kembalikan ke tempatnya semula. Sudah cukup aku mengetahui rahasia terdalam dari seorang Gayatri. Aku sudah tak ingin tau lebih jauh lagi isi diarynya yang mungkin malah bisa membuatku lebih terluka lagi, membiatku malah semakin menyesali apa yang sudah terlewati.
Ku seka air mataku dan kembali melanjutkan pekerjaanku yang baru akan aku mulai.
Setelah selesai mengamankan barang barang Non Ega dan membersihkan cat yang lama, aku mulai menyapukan kuas cat sesapu demi sesapuan. Setelah dua lapis pengecatan, akhirnya selesai juga tugasku mengecat kamar Non Ega ini.
"huuft.... akhirnya selesai juga...." Gumanku sambil menyeka keringat di dahiku.
"pret... kampet.... sudah belum pret...?" Teriak kasar Non Ega mengejutkanku dari luar kamar.
"tok... tok... tok...." Suara ketukan pintu.
"sudah belum sih pret...?!"
"ngapai sih pintunya pakai di kunci segala...?!" Teriak Non Ega sekali lagi dari luar sambil mengetuk pintu.
"udah Non.... beres...." Jawabku dari dalam.
"kenapa sih pintu pakai di kunci segala...?"
"awas kamu kalau sampe ngobok obok barang barangku...!"
"engak kali Non... mana berani saya..."
"iya iya.... Pardi buka pintunya..." Jawabku sambil membuka pintu kamar.
"cklek..."
"ngapain sih pakai di kunci kunci segala...?" Sembur Non Ega begitu pintu terbuka. Tatapannya masih sinis memandangku dengan benci.
Non Ega langsung masuk kekamarnya. Sambil berkacak pinggang pongah dia memperhatikan hasil kerjaku sambil manggut manggut tanda puas denga hasil kerjaku.
"ya ya ya.... lumayan..." Pujinya sambil masih menyapukan pandangannya ke sekeliling tembok kamar.
"sekarang beres beresin lagi barang barangku..."
"awas kalau sampai ada yang rusak..." Perintahnya sambil berlalu keluar dari kamar.
Tanpa banyak bicara aku langsung mengerjakan perintah Ndoro Ayuku itu.
Setelah selesai membereskan kembali kamar Non Ega, aku merenung di kamarku. Isi benakku berkecamuk tak menentu bercampur aduk. Aku menyesali kenapa aku harus mengetahui kenyataan di saat semuanya sudah terlambat. Di saat aku sudah berikrar sumpah janji setia kepada Ana kekasihku.
Tak terasa aku mulai menangis. Air mata mulai deras menetes dari sudut sudut mataku. Aku meratapi kasih tak sampai yang tak mungkin bisa berulang kembali. Menyesali kisah indah masa lalu yang tak bisa ku tangkap makna yang terkandung di dalamnya. Menyesali ketidakpekaanku akan sinyal sinyal kasih yang dulu dia berikan.
seandainya.... Hanya itu ratapan yang berulang jutaan kali di dalam benakku.
Kuraih gitar tua merek Kapok brand yang tergantung di tembok kamarku. Reflek jemariku mulai bermain memetik dawai dawai senar gitar dan menyenandungkan sebuah lagu.
Kemana kau s’lama ini
Bidadari yang kunanti
Kenapa baru sekarang
Kita dipertemukan
Sesal tak ‘kan ada arti
Karna semua t’lah terjadi
Kini ku t'lah menjalani
Sisa hidup dengannya
Reff:
Mungkin salahku… Melewatkanmu…
Tak mencarimu… Sepenuh hati…
Maafkan aku…
Kesalahanku… Melewatkanmu…
Hingga ku kini… Dengan yang lain…
Maafkan aku…
Jika berulang kembali
Kau tak akan terlewati
Segenap hati kucari
Dimana kau berada
Walau ku terlambat
Kau tetap yang terhebat
Melihatmu… Mendengarmu…
Kaulah yang terhebat
Bidadari yang kunanti
Kenapa baru sekarang
Kita dipertemukan
Sesal tak ‘kan ada arti
Karna semua t’lah terjadi
Kini ku t'lah menjalani
Sisa hidup dengannya
Reff:
Mungkin salahku… Melewatkanmu…
Tak mencarimu… Sepenuh hati…
Maafkan aku…
Kesalahanku… Melewatkanmu…
Hingga ku kini… Dengan yang lain…
Maafkan aku…
Jika berulang kembali
Kau tak akan terlewati
Segenap hati kucari
Dimana kau berada
Walau ku terlambat
Kau tetap yang terhebat
Melihatmu… Mendengarmu…
Kaulah yang terhebat
Sebuah lagu dari Sheila On 7 berjudul Yang Terlewatkan tiba tiba aku nyanyikan tanpa aku sadari. Lirik asli dari lagu itu sedikit berubah dari yang sebenarnya di dalam senandunganku.
Aku tak ingin semakin larut terbenam dalam kubangan penyesalan ini. Ku hapus air mataku, ku coba memaksakan sungging senyum di bibirku. Biarlah ini semua hanya memjadi sebuah guratan tinta di buku diary. Biarlah rahasia ini tetap menjadi rahasia selamanya.
====================
"eeeemh...... eeehh.....ouuch...."
"aiyaah... ooouh... iyah.... iya gitu yang... "
"eeeemmmh..... oooush...." Desahan Ana sambil turut menggoyangkan pinggulnya menyambut setiap tusukanku.
"eeeeeeh... hooooush...."
"iya An... ooooh..."
Sekali lagi aku berada di sini. Sekali lagi Ana menjadi tempat pelarianku. Dan perbuatan mesum dengan Ana kekasihku inilah satu satunya rekreasi yang mampu menyegarkan penat hatiku. Yang mampu menjadi pelipur lara hatiku.
kasihan kamu An... maafkan aku... maafkan... Jerit hatiku meratap dengan tubuhku yang masih mencumbuinya.
"cplok... cplok... cplok.... cplok..." Suara pinggul kami beradu.
Dalam posisi misionaris aku mengenjot tubuh mungil Ana penuh nafsu. Sodokan demi sodokan aku hujamkan dengan kasar membelah lubang kemaluannya.
Tubuhnya mnggelepar menggeliat kesana kemari di bawah dekapanku setiap aku menghujamkan kejantananku dengan kasar. Mulutku juga mengulum buah dadanya dengan kasar penuh nafsu.
Nafsuku adalah Nafsu yang lahir dari kegelisahan dan perih hatiku.
Untung Ana tak menyadari itu semua. Dengan sabar dia menyambut dan mengimbangi setiap kekasaranku penuh cinta. Tangannya memelukku dengan erat, seakan dia ingin meleburkan tubuhnya menyatu dengan ragaku.
"ooooouh.... yaaang...."
"emmmmh.... gila kamu yang...."
"aaaaaih... iya gitu yang....."
"oooouch.... yeeeah.... yang dalam yang... oooh..."
"Ana enak yang... eeemh..." Desahannya yang lebih terdengar seperti sebuah jeritan.
Bosan dengan gaya standart, aku tarik tubuh Ana bangkit. Dengan batang kemaluanku yang masih menancap di lubang kemaluannya, sekarang kami bercinta dalam posisi duduk saling berhadapan.
Dalam posisi ini Ana semakin bisa mengekspresikan dirinya. Goyangan pinggulnya semakin liar di geal geolkan ke kanan ke kiri, ke atas dan ke bawah mengurut urut batang kemaluanku yang tertanam di kemaluannya.
Kami berdua berpelukan semakin erat sambil berpagutan liar saling menjilat dan mengecapi.
"eeeemmmmmmh...." Desahan kami bersama yang tertahan pagutan.
Cumbuanku mulai berpindah turun kelehernya yang jenjang. Ku tinggalkan satu bekas merah cupangan di lehernya yang putih bersih itu
"yang.... ooouh... Ana hampir yang...."
"Ana hampir sampai... ooouch..."
"balik lagi ke posisi tadi yang...." Ajaknya kembali ke posisi misionaris.
Dengan kemaluanku masih menancap di lubangnya, aku jatuhkan tubuh Ana kembali di ranjang berseprei hello kitty itu. Tanpa banyak membuang waktu aku langsung kembali menggenjot tubuh mungil Ana dengan kasarnya.
"cplok... cplok... cplok... cplok...." Suaru tumbukan pinggul kami karena genjotan kasarku.
"oooouh.... Ana sedikit lagi yang...."
"eeemhhhh....."
"iya yang..... aaaauh... aku juga...."
"cplok.... cplok... cplok....cplok...." Goyangan pinggulku semakin cepat mengeluar masukkan kejantananku mengawini Ana.
Gumuruh kenikmatan mulai berkumpul di ujung kejantananku siap untuk membebaskan diri. Benih anak anakku bersiap berpindah ke rahim ibunya untuk membuahi sang indung telur dan bertumbuh kembang di sana.
Tiba tiba tubuh Ana bergetar dan pelukannya semakin erat. Dinding dinding kemaluannya berkedut kedut mengurut kejantananku yang keluar masuk di dalamnya denan gagahnya. Kakinya mengapit pinggulku berusaha ikut mendorong agar kejantananku terbenam lebih dalam lagi, mungkin kalau bisa sampai menembus pintu rahimnya.
"oooooouuuh.... Ana kel.... ooooouhhhh...."
Bersamaan dengan itu aku juga tak mampu lagi menahan dorongan dahsyat yang sudah menggumpal di ujung kemaluanku. Aku tak sempat lagi dan tak bisa mencabutnya karena tertahan pitingan kaki ana di pinggulku.
"An.... oooouh...."
"cret... cret... cret... cret...."
Tuntas sudah syahwatku seiring berhambur keluar benih benih keturunanku menyirami rahimnya.
Nafas kami tersengal sengal memburu dan tubuh telanjang kami bermandikan keringat. Di bawah sana sisa sisa kedutan kemaluan ana masih terasa.
Ku putar posisi kami, dan sekarang Ana yang berada di atas menindihku. Kemaluanku masih tertancap di lubang kemaluannya seolah menahan agar benihku tak meleleh keluar.
"aku keluar di dalam lagi An..." Kataku dengan nafas yang masih tersengal sengal.
"biarin.... biar Ana hamil anak kamu yang..."
"Anak kita...buah cinta kita..." Jawab Ana dengan yakin.
Ku dekap tubuh ana semakin membenamkannya di pelukanku. Pandanganku menerawang memandangi langit langit kamar. Hatiku kembali teriris pilu mendengar perkataanya.
Sungguh berdosa aku mempermainkan hati gadis yang sangat mencintaiku ini. Sungguh jahat aku yang hanya menjadikannya sebagai tempat pelarianku.
ana... maafkan aku sayang... maafkan aku... Jerit hatiku menagis pilu.
Sampai kapan aku akan seperti ini. Sampai kapan aku hanya menjadikannya tempat lari dan sembunyi. Sampai kapan semua ini akan terjadi.
aku harus bisa... harus...
di sinilah masa depanku... Analah takdirku... Kata hatiku lagi membulatkan tekat.
Biarlah aku tetap begini adanya, biarlah semua semua sebagaimana seharusnya. Aku sudah cukup bahagia dengan cinta tulus Ana dan keluarganya kepadaku. Aku tak boleh menyianyiakan cinta kasihnya. Sekarang aku harus berhenti mencari karena apa yang aku butuhkan sudah berada di pelukanku saat ini.
"sayang...." Suara Ana yang menyadarkanku dari lamunan.
"apa An...?"
"i love you..." Jawab Ana sambil mendaratkan sebuah kecupan hangat di bibirku.
Kembali kami bergumul berpagutan memadu kasih. Kali ini aku melakukannya sepenuh hati. Setiap belaian dan cumbuanku berlambarkan cinta yang berusaha ku bangun di dasar hatiku.
Mulai sekarang berakhirlah pelarianku karena aku sudah menemukan rumahku. Di dekapanku ini dialah cintaku.
Cinta...
Sejak dulu beginilah cinta... deritanya tiada akhir...
Cinta...
Cinta adalah labirin maha rumit dalam perjanan anak manusia...
Cinta...
Bahasanya tak terjemahkan walau dengan Google translate sekalipun...
Cinta...
Programnya tak terbaca walau menggunakan windows explorer sekalipun...
Cinta...
Kode matrix yang terkandung di dalamnya tak tertembus walau oleh hacker sekaliber Anonimous sekalipun...
Cinta...
Cinta bukan hanya sekedar kata...
Cinta...
Cinta adalah pertautan hati...
Cinta...
Cinta adalah... Cinta...
>>>BERSAMBUNG>>>
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
0 komentar