- Home>
- Cerita Fantasi >
- LORO BRONTO NANDANG CIDRO PART XIII
Posted by : Jeni Ratna Sari
6 Jan 2013
Chapter XIII
MASA JAYA PUTIH ABU ABU
Putaran waktu tak kenal kata menunggu.
Meninggalkan semua kenangan menjadi masa lalu.
Masa lalu bukan untuk disesali.
Masa kini bukan hanya untuk dinikmati.
Segalanya sealur senada saling melengkapi.
Setulus janji dan sebening hati.
MASA JAYA PUTIH ABU ABU
Putaran waktu tak kenal kata menunggu.
Meninggalkan semua kenangan menjadi masa lalu.
Masa lalu bukan untuk disesali.
Masa kini bukan hanya untuk dinikmati.
Segalanya sealur senada saling melengkapi.
Setulus janji dan sebening hati.
Tak terasa waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Meninggalkan semua di belakang menjadikan sebuah kenangan. Menyisakan memori untuk menyongsong kini, dan memberikan pembelajaran untuk masa depan.
Setelah empat bulan berlalu, ternyata tak terjadi apa apa. Ancaman Non Ega yang beberapa bulan lalu sempat terucap, sepertinya hanyalah gertakan sambal semata. Bahkan selama itu juga, Non Ega sengaja menjauh menghindariku. Dia tak lagi mengganggu kemesraanku dan Ana. Sepertinya dia sudah lelah menjadi kerikil pengganggu di antara kami.
Setelah berusaha keras belajar dengan tekun di sela sela konflik batin yang aku hadapi, akhirnya aku berhasil juga melewati ujian akhir nasional dengan selamat, tanpa kekurangan suatu apa pun. Dan selama empat bulan terakhir ini juga, aku sudah mulai bisa menata hatiku, aku sudah bisa menyemikan benih cinta untuk Ana di dalam hatiku. Kemesraan di antara kami dari hari ke hari semakin intim tak terpisahkan.
menurut kabar yang beredar luas di seantero sekolahan, kamilah pasangan paling panas seTrenggalek raya abad ini.
Hari ini adalah hari penggumuman kelulusan. Semua murid menunggu pengumuman hasil ujian nasional dengan harap harap cemas. Di saat semua murid sekolah seangkatanku sedang berkumpul di sekolahan menanti pengumuman, Non Ega malah tak kelihatan batang hidungnya di sekolahan.
"selamat enjing mas dab... siapkah anda menerima kenyataan...?" Sapa Rudi bercanda untuk menutupi keresahannya menunggu pengumuman.
Seperti biasanya juga, Rudi juga berdua dengan Siti kekasih hatinya. Meraka bergandengan mesra sekali.
"hehehe... kenyataan pahit sudah bersahabat denganku wahai anak muda..." Jawabku bergaya ala dialog Brama Kumbara.
"oh... benar begitukah adanya wahai kisanak...?" Balas Rudi meladeni sambil mengambil duduk di kursi di depan kami, di susul diajeng nya Siti Marfuah yang duduk di sebelahnya.
"kalian apa apa'an sih....?"
"sok berlagak kayak Saur Sepuh, sok tua banget sih...?" Omel Siti yang langsung di amini Ana.
"iya... tau ni berdua... kayak orang kurang kerjaan aja..."
"eh... kamu mau pesan apa Ti...? Sambung Ana.
"kok Rudi marudi yang ganteng lucu dan imut ini kok gak di tawarin juga sih...?"
"uweeek... di sini gak ada yang jual rambanan sayang..." Jawab Siti mesra namun berkalimat menghina.
("anjing... semprul... memangnya aku kambing apa, di suruh makan rambanan...?") Gerutu Rudi tak terima di katai seperti itu oleh kekasihnya.
Belum sempat Siti memesan sesuatu seperti yang di tawarkan Ana, tiba tiba terdengar derap kaki setengah berlari menuju ke arah kami berempat.
"drap... drap... drap..." Suara derap langkah kaki itu.
Langsung pandangan kami berempat berputar mencari arah datangnya derap langkah kaki itu.
"gebruuk...."
"huh... huh... huh... huh..." Suara meja yang setengah tertabrak dan dengus nafas memburu.
Ternyata Jayeng anak IPA yang datang. Entah ada apa si anak bernama tengah Chounthoul ini datang ke kami dengan berlarian seperti itu.
"Ti... target sudah dalam pantauan radar..." Kata Jayeng tak jelas maksudnya setelah dia sedikit bisa mengatur nafasnya kembali.
"ada apa sih Yeng... kayak yang darurat banget..." Timpal Ana penasaran.
"begini nyisanak... Begawan Jayeng ini se..." Jawabnya masih dengan gaya tengil ciri khas nya. Jawaban itu belum selesai tapi sudang langsung di srobot di potong oleh Siti.
"haiyah... gak usah bertele tele..."
"Jayeng naksir Eka... dia minta aku comblangin..." Kata Siti memotong dengan langsung, tegas, lugas, dan jelas ke inti pokok permasalahan.
"yaaah... usai sudah kisah si trio macan kalau begitu..." Gumanku pelan.
"ya udah deh... kalau begitu aku tinggal dulu ya..."
"ayuk Rud... mau ikut nggak...?" Kata Siti sambil beranjak dari duduknya.
"ya ikut lah... kalau gak ikut ntar malah kamu lagi yang di tembak si tengil Chounthoul kriwil ini..." jawab Rudi sambil turut beranjak berdiri.
"haiyaaah... emange manuk apa di tembak...?"
"mamen mabrada Kanjeng Raden Mas Suparpret..."
"mohon doa pangestu Kanjeng..." Kata Jayeng lagi masih bergaya tengil degan lagak sok menyembah hormat ala keraton.
"yo ngger... sugeng pangentot..." Jawabku membalas tak kalah tengilnya.
"wis wis wis.... kono gek ndang minggat..."
("udah udah udah... sana cepat pergi...") Kata Ana yang sedari tadi hanya diam memperhatikan mengusir.
Setelah mereka bertiga melangkah pergi, kami berdua berpandangan sejenak. Gelak tawa yang dari tadi mati matian berusaha aku tahan tak sanggup lagi aku pertahankan.
"jgak gak gak gak gak...." Ledak tawaku terpingkal pingkal.
Ana memandang keheranan melihatku tertawa terpingkal pingkal seperti itu.
"kenapa sih yang kok malah ketawa begitu...?" Selidik Ana yang heran melihat tingkahku yang malah tertawa terpingkal pingkal.
"Jayeng... bocah koyok Jayeng kok arep nembak cewek..."
("Jayeng... anak kayak Jayeng kok mau nembak cewek...")
"opo ora yho malah dadi dagelan to yho..."
("apa nggak malah jadi dagelan...") Jawabku masih dengan semburat tawa yang tak terahan.
"huahahahahahaha..." Tawa kami bersama bersahutan terpingkal pingkal sampai perut sakit dan meneteskan air mata.
Aku bukannya meremehkan, tapi apa jadinya kalau Jayeng, bocah yang tidak pernah bisa serius di segala macam cuaca dan kondisi itu menembak cewek.
"iya juga sih ya... pasti lucu tu yang..." Jawab Ana sambil masih belum bisa menghentikan gelak tawanya.
=========================
Sekitar jam setengah sebelas siang, akhirnya pengumuman kelulusan dan nilai hasil ujian pun keluar juga. Berbondong bondong para murid yang sudah menantikan pengumuman itu dari pagi berkumpul di depan mading sekolahan untuk melihat hasilnya.
"kayaknya pengumuman sudah di pasang tu yang..."
"kita lihat yuk..." Kata Ana mengajakku melihat pengumuman yang terpajang di mading sekolah.
"tar dulu deh An... aku belum siap..."
"aku grogi segrogi groginya ni..."
"ayo dong yang... semangat dong... sayang pasti jadi yang tebaik..."
"kan sayang murid terbaik di sekolah ini..." Sambung Ana menyemangatiku.
Entah kenapa mentalku tiba tiba saja menjadi mengkerut mengecil sekecil kecilnya. Aku takut bila harus menghadapi kenyataan pahit. Aku takut kalau hasil yang keluar nanti tak sesuai dengan harapan dan cita citaku.
"ayo dong yang... semangat...." Semangat Ana sekali lagi sambil menarik paksa lenganku menuju ke mading sekolahan.
Dengan teramat sangat terpaksa sekali, akhirnya aku menyerah dan menuruti paksaan Ana itu.
Sesampainya di depan papan pengumuman, aku memalingkan wajahku. Aku tak sanggup dan belum siap untuk melihat hasil pengumumannya.
"iiih sayang... lihat dong..." Kata Ana sambil memaksa kepalaku berputar menghadap mading.
Ku hirup nafas dalam dalam sebelum aku memberanikan diri melihat hasil pengumuman itu. Jantungku berdebar debar kencang, semakin kencang, dan bertambah semakin kencang.
Betapa terkejutnya aku begitu melihat hasil pengumuman itu. Dari sekian ratus nama siswa yang di nyatakan lulus ujian di papan pengumuman itu, tak ku temukan nama Supardi tertera di situ.
Sontak badanku menjadi lemas, tulang belulangku serasa pergi meninggalkan ragaku. Bayangan buruk langsung beterbangan di benakku. Hancur sudah segala angan dan cita citaku. Berakhirlah juga kisah hidupku cukup sampai di sini.
aku tidak lulus... modiaar.
Hampir saja aku jatuh pingsan tak kuat menerima kenyataan pahit ini. Pandanganku tiba tiba menjadi gelap, cuit kicauan burung kenari dan bintang bintang seakan berputar putar di atas kepalaku.
"yang... yang... yang... lihat yang..." Suara Ana riang yang terdengar begitu pelan di telingaku.
Hatiku semakin teriris tercabik cabik perih mendengar keriangan kekasihku itu. Bisa bisanya dia begitu lincah dan riangnya di saat aku sedang terpuruk jatuh terbenam dalam seperti ini.
"sayaaang... lihat doong..." Kata Ana sekali lagi masih dengan nada dan gaya riangnya yang malah semakin memperdalam luka hatiku.
"udahlah An... gak usah... namaku juga kan gak ada di situ..." Jawabku lemah.
"yaiyalah jelas nama sayang nggak ada di situ..."
"nama sayang ada di pengumuman yang satunya lagi tu..."
"sayang peringkat satu di sekolah ini..." Jawab Ana riang gembira sambil tangannya menunjuk ke sebuah kertas pengumuman lainnya yang terpajang di atas pengumuman kelulusan.
"jgluaaaar....!"
Begaikan di sambar petir di cerah hari aku mendengar perkataan kekasihku itu. Pandanganku yang semula redup mengarah gelap tiba tiba langsung kembali bersinar cerah terang benderang. Burung burung dan bintang khayal yang semula berputar putar di atas kepalaku sontak langsung kabur pergi menghilang.
"jangan bohong apa An..." Kataku pelan berusaha menyembunyikan kegembiraan hatiku yang meletup letup.
"serius yang... kenapa juga coba Ana harus bohong..."
"bohong itu dosa tau sayaaang..."
"itu lihat tu... di papan paling atas, di daftar peringkat sepuluh terbaik..." Jawab Ana sambil menunjukkan pengumuman yang di maksudnya.
Dengan pelan bagaikan berada dalam mode slow motion, pandanganku berputar ke arah yang di tunjukkan Ana.
Hampir saja aku meloncat kegirangan setelah melihat ke arah yang di tunjukkan Ana itu. Hampir saja aku menari nari dan berteriak histeris seperti orang gila seandainya saja aku tak mampu mengontrol adrenalinku.
Di papan pengumuman itu tercantum nama peringakat sepuluh besar terbaik di sekolah kami.
10 : Bambang Wicaksono
9 : Eko Sarwo Wibowo
8 : Sri Rahayu
7 : Siti Marfuah
6 : Kartika Sari
5 : Sugeng Raharjo
4 : Sukaryo
3 : Triana Subur Lestari
2 : Budi Utomo
1 : Supardi
Sontak kami langsung berpelukan dan berteriak histeris seperti orang kesurupan. Kebahagian ganda langsung aku dapatkan hari ini. Selain karena aku berhasil mewujudkan segala harapan dan cita citaku, aku juga bahagia melihat nama kekasihku juga tercantum di situ, tercantum di peringkat ketiga dalam daftar peringkat sepuluh terbaik.
terimakasih Tuhan atas anugrah yang Engkau limpahkan kepadaku.
Engkaulah sang maha pemurah lagi maha penyayang.
Sumpah aku tak pernah menyangka dan membayangkan Ana akan berada di situ. Sungguh aku seakan tak percaya dengan kenyataan membahagiakan ini. Tuhan sudah terlalu baik kepadaku hari ini.
"An... kamu juga masuk di sepuluh besar An..."
"kamu peringkat tiga... kamu hebat banget sayang..." Pujiku kepada kekasihku sambil semakin mengeratkan pelukanku. Kami tak memperdulikan lagi ratusan pasang mata yang memandang kami dengan iri.
Saat kami sedang asik larut dalam pelukan, terlihat Rudi dan Siti berlari kecil bergandengan tangan menuju ke arah kami. Di belakangnya menyusul Jayeng, Eka, dan Sri yang juga berlarian kecil menuju ke arah kami.
"Siti....!!! kesini cepet Ti..." Panggil Ana riang begitu mengetahui kehadiran Siti.
"iya mbak... ada apa...?"
"pasti berita mas Pardi juara satu... selamat ya mas..." Jawab Siti begitu sampai di hadapan kami sambil tak lupa mengucapkan selamat kepadaku.
"kamu juga masuk sepuluh besar Ti..."
"lihat itu... kamu di peringkat ke tujuh..."
"hebat kamu Ti... selamat ya..." Sambung Ana sambil berpelukan denga Siti dan cipika cipiki.
Melihat tingkah lucu dua gadis cantik itu, kami berlima hanya tersenyum memandangnya.
"mbak Ana lebih hebat lagi malah..."
"mbak Ana peringkat ke tiga... hebat banget mbak... selamat ya mbak..." Balas Siti memuji Ana.
Tak ketinggalan Rudi, Jayeng, Eka, dan Sri bergantian menyalami dan mengucapkan selamat kepada kami bertiga.
Persis seperti di film film india, Jayeng si bocah tengil yang kebetulang sedang menenteng gitar langsung memainkan gitar itu dan menyanyikan sebuah lagu untuk kami bertiga, untuk kami semua lebih tepatnya.
Seakan sefaham dan tak ingin ketinggalan momen kemeriahan, Rudi langsung berlari masuk keruang TU dan keluar sambil menenteng galon Aqua kosong.
Langsung gebukan Galon dan petikan gitar begaya punk selaras senada menghasilkan irama musik yang menghentak penuh dengan semangat membara dan suka cita. Seakan juga tak mau kalah ketinggalan, Bambang yang entah kapan dan dari mana datangnya angsung menyambar menyayikan lagu yang sesuai dengan nada irama musik made in Rudi/Jayeng itu.
Bergaya bak raper kondang, Bambang menyanyikan lagu itu dengan suara Serak serak basahnya di bumbui dengan gaya tengil ciri khasnya yang semakin mempersemarak suasana.
Eiyo... it's not the end, it's just beginning
Ok... detak detik tirai mulai menutup panggung
Tanda skenario... eyo... baru mulai diusung
Lembaran kertas baru pun terbuka
Tinggalkan yang lama, biarkan sang pena berlaga
Kita pernah sebut itu kenangan tempo dulu
Pernah juga hilang atau takkan pernah berlalu
Masa jaya putih biru atau abu-abu (hey)
Memori crita cinta aku, dia dan kamu
Saat dia (dia) dia masuki alam pikiran
Ilmu bumi dan sekitarnya jadi kudapan
Cinta masa sekolah yang pernah terjadi
That was the moment a part of sweet memory
Kita membumi, melangkah berdua
Kita ciptakan hangat sebuah cerita
Mulai dewasa, cemburu dan bunga
Finally now, its our time to make a history
Bergegaslah kawan tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat kita untuk s'lamanya
Satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
Satu cerita teringat di dalam hati
Karena kau berharga dalam hidupku, teman
Untuk satu pijakan menuju masa depan
Saat duka bersama, tawa bersama
Berpacu dalam prestasi... (huh) hal yang biasa
Satu persatu memori terekam
Di dalam api semangat yang tak mudah padam
Ku yakin kau pasti sama dengan diriku
Pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
Kawan... kau tahu, kawan... kau tahu kan
Beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan
Bergegaslah kawan tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat kita untuk s'lamanya
*kita selamanya - Bondan Prakoso fade 2 black
Ok... detak detik tirai mulai menutup panggung
Tanda skenario... eyo... baru mulai diusung
Lembaran kertas baru pun terbuka
Tinggalkan yang lama, biarkan sang pena berlaga
Kita pernah sebut itu kenangan tempo dulu
Pernah juga hilang atau takkan pernah berlalu
Masa jaya putih biru atau abu-abu (hey)
Memori crita cinta aku, dia dan kamu
Saat dia (dia) dia masuki alam pikiran
Ilmu bumi dan sekitarnya jadi kudapan
Cinta masa sekolah yang pernah terjadi
That was the moment a part of sweet memory
Kita membumi, melangkah berdua
Kita ciptakan hangat sebuah cerita
Mulai dewasa, cemburu dan bunga
Finally now, its our time to make a history
Bergegaslah kawan tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat kita untuk s'lamanya
Satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
Satu cerita teringat di dalam hati
Karena kau berharga dalam hidupku, teman
Untuk satu pijakan menuju masa depan
Saat duka bersama, tawa bersama
Berpacu dalam prestasi... (huh) hal yang biasa
Satu persatu memori terekam
Di dalam api semangat yang tak mudah padam
Ku yakin kau pasti sama dengan diriku
Pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
Kawan... kau tahu, kawan... kau tahu kan
Beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan
Bergegaslah kawan tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat kita untuk s'lamanya
*kita selamanya - Bondan Prakoso fade 2 black
Sungguh sebuah spontanitas kreatif level para dewa dari Jayeng Bambang dan Rudi. Pemilihan lagunya pun juga sempurna menggambarkan kisah akhir dari seragam putih abu abu kami.
Suasana sekolah yang memang sudah riuh ramai menjadi semakin semarak karenanya. Di awali Ana, Siti, Sri, dan Eka yang mulai ikut bernyanyi dan menari dengan riang, pelan pelan teman teman sekolah kami yang lainnya pun juga mulai turut larut ikut menari dan bernyanyi dalam kebahagiaan.
Mirip seperti flash mob yang di awali dengan Satu, kemudian bertambah lima, bertambah lagi menjadi sepuluh, dua puluh, lima puluh, seratus, dan akhirnya seluruh murid yang ada ikut menari dan bernyanyi, tak terkecuali juga denganku.
Kami menari serempak dengan gerakan yang selaras dalam baris yang berjajar rapi. Semua kelihatan seperti sudah terencana dan terkonsep dengan rapi, padahal sebenarnya itu semua hanyalah spontanitas yang sama sekali tak ada perencanaan sedikitpun.
Di penghujung akhir lagu kami semua bersorak melompat bersama sama. Setelah itu kami bergantian saling berjabat tangan dan berpelukan dalam senyum dan keceriaan. Tak ada sedikitpun gurat kesedihan terpancar di sini. Semua tertawa, semua gembira, semua ceria, walaupun mungkin ini adalah momen terakhir kami bisa tertawa bersama.
=========================
Tak ada pesta yang tak usai. Sekitar jam setengah satu akhirnya satu persatu murid sekolah ini mulai pulang ke rumah masing masing dengan membawa berita gembira, kebahagiaan, dan kenangan indah yang terekam pasti di dalam memori masing masing. Semua murid di sekolah ini lulus seratus persen tanpa ada satupun yang tertinggal, termasuk juga dengan si anak iblis, Gayatri Noyolesono.
mengucapkan namanya merusak kebahagiaan hari ini.
Ku hampiri Ana yang sedang asik bercanda bersama geng trio macan Siti cs untuk mengajaknya pulang.
"An pulang yuk..."
"ayuk... Semuanya, Ana pulang duluan ya..." Salam Ana kepada the trio macan sambil cipika cipiki sebelum beranjak pergi.
Di tengah perjalanan menuju parkiran sekolah, kami bertemu dengan Rudi, Jayeng, dan Bambang yang sepertinya akan menghampiri geng trio macan cs.
"udah mau pulang kalian..." Sapa Bambang si peringkat sepuluh begitu berpapasan dengan kami.
"yo masbro..." Jawabku singkat.
"langsung balik... ra sah mampir mampir..."
("langsung pulang... nggak usah mampir mampir...") Sambung Rudi dengan mengerlingkan matanya najis.
"ra sah kakean cocot cok..."
("nggak usah kebayakan bacot cok...")
"eh Thol... tugas rahasia mu wis berhasil nggak...?" Semburku ke Rudi dan menyambungnya dengan menanyakan misi rahasia Jayeng menundukkan kebinalan Eka Pradibta.
"yo jelas sukses to yho... Chonthoul gitu loh..." Jawabnya pongah sambil menepuk dada menyombongkan diri.
"double sukses malah pret... Sri malah yo wis di dekep si Bengbeng..."
("double sukses malahan pret... Sri malah juga sudah di dekap si Bengbeng...") Sambung Rudi mengabarkan berita gembira yang lain. Ternyata Bambang juga mengikat jalinan asmara dengan Sri Putri Damayanti.
"terus malam pertama jangan kasar kasar loh..." Kata Ana mengucapkan selamat di iringi guyonan mesum.
Bambang yang juga berpredikat si anak tengil bin koplak itu sontak terdiam. Wajahnya tertunduk dan bersemu merah menahan malu di bercandai seperti itu oleh gadis kasta ksatria selevel Ana.
Sungguh sebuah akhir yang sempurna. Kebahagian total untuk kita semua. Di akhir masa sekolah, di penghujung waktu sang putih abu abu, semua mendapatkan bonus tambatan hati mereka masing masing sebagai hadiah dari ketekunan kami menimba ilmu selama tiga tahun terakhir.
kecuali Gayatri Noyolesono si anak iblis
Setelah selesai berbasa basi dengan mereka, kami langsung melanjutkan perjalanan pulang. Bersepeda jengky seperti biasanya, aku mengantarkan Ana pulang dulu ke rumahnya sebelum aku pulang ke rumah Ndoroku.
"yang... bikin dedek dulu yuk...?" Ajak Ana berbuat mesum saat kami sedang meluncur diatas dua roda sepedaku.
" ntar jadi beneran loh..." Jawabku sambil mengayuh sepedaku.
"ya biarin to yho... bagus malah..." Jawab Ana santai condong mengarah senang seperti biasanya.
"ngomong ngomong aku selalu nyemprot di dalam tapi kok kamu gak hamil hamil ya An..." Tanyaku penasaran dengan Ana yang tak kunjung berbadan dua. Padahal setiap kali kami melakukan perbuatan mesum, aku selalu mengeluarkan spermaku di dalam.
"hehehehe... sayang gak mampu kali..." Jawab Ana ngawur meledek.
Walaupun aku tau dia hanya bercanda, tapi kata katanya tepat menusuk jantungku.
masa iya sih aku gak mampu...?
"sembarangan aja kamu kalau ngomong..."
"jangan merusak suasana bahagia apa..." Semburku kesal.
"bercanda yang... gitu aja sewot..."
"ya iyalah sewot... harga diri itu An..."
"sayang mau tau nggak sebuah rahasia..." Kata Ana sambil semakin mengeratkan pelukannya di pinggangku.
"rahasia apa...?" Tanyaku penasaran.
"taraaaa..." Sambungnya sambil menunjukkan sesuatu kepadaku.
Dia menunjukkan satu strip obat yang aku tak tau obat apa itu.
"opo kui...?"
"ini pil Kb sayang ku..." Jawab Ana memberitahukan obat apakah itu.
"kamu dapat dari mana obat kayak begituan..." Tanyaku semakin penasaran.
"jangan bilang bilang ya sayang... ini rahasia loh...."
"Ana nyolong punya ibuk..."
"ih dasar kamu..." Jawabku sambil mendorongkan bahuku kebelakang. Aku tak menyangka kalau pacarku ini akan senakal itu.
Tak terasa saking asiknya mengobrol, tau tau kami sudah sampai di depan rumah Ana.
"sayang nggak mampir dulu...?"
"serius ni gak mau bikin dedek dulu...?"
"ini momen special loh yang... masa nggak di rayain...?" Kata Ana sambil turun dari boncengan sepedaku.
"hush... ngomong kok gak lihat lihat situasi kondisi kamu..."
"enggak ah... aku mau langsung pulang aja..."
"aku mau secepatnya menyampaikan kabar gembira ini ke Ndoro Kakung ku..." Jawabku menolak tawaran kehangatan tubuhnya.
"oooo yo wis kalau begitu... Pak Seto pasti bangga sekali yang..." Sambung Ana di susul dengan kecupan hangat di pipi kiriku.
Setelah berpamitan dengan kekasihku itu, aku langsung mengayuh sepedaku secepat mungkin menuju ke rumah.
Tergumpal semangat dan bangga di dada karena aku berhasil mewujudkan harapan dan cita citaku selama ini. Inilah mungkin kali pertama aku bisa membanggakan Ndoroku. Mungkin juga inilah akhir dari Supardi yang selama selalu di hina dan di remehkan.
Dengan ini aku bisa membuktikan kalau aku bukanlah sampah. Aku juga bisa berguna dan membanggakan untuk keluarga mereka. Harapanku, semoga Ndoro Putri dan Non Ega berubah cara pandangnya kepadaku setelah aku mendapatkan prestasi ini.
Sesampainya di rumah, setelah menaruh sepedaku di garasi, aku langsung bergegas setengah berlari menuju ke ruang keluarga. Jam jam seperti ini biasanya Ndoro Kakung dan Ndoro Putri sedang bersantai di ruang keluarga. Aku ingin secepatnya menyampaikan kabar membanggakan ini.
Tapi begitu aku sampai di pintu menuju ke ruang keluarga, aku tak sanggup melanjutkan langkahku. Aku hanya bisa berdiri mematung di ambang pintu menyaksikan apa yang sedang terjadi di dalam ruang keluarga.
Di dalam sana, terlihat Ndoro Kakung sedang berkacak pinggang sambil berteriak teriak penuh emosi. Sepertinya beliau sedang marah besar. Suara bariton beliau terdengar begitu berat dan menakutkan. Baru kali ini aku melihat Ndoro Kakung marah besar seperti ini.
Sementara itu di atas sofa panjang di ruang keluarga tersebut, Terlihat Non Ega sedang menangis di dalam pelukan Ibunda nya.
apa sebenarnya yang tengah terjadi...?
"edian kowe Gayatri... gendeng...!!!"
("gila kamu Gayatri... gila...!!!")
"kamu sudah mencoreng aib ke muka Bopo mu ini...!!!" Kata Ndoro Kakung penuh dengan amarah menggelegar.
Ndoro kakung yang sepertinya sudah kalap kesetanan itu kemudian menjambak rambut hitam panjang nan indah milik Non Ega dan mendaratkan sebuah tamparan keras di pipi anak gadis semata wayangnya itu.
"plaak...!!!" Suara keras tamparan Ndoro Kakung.
Menerima tamparan keras seperti itu, Non Ega sampai terpental dan tersimpuh di lantai. Masih belum puas, Ndoro Kakung berusaha melayangkan taparan untuk yang kedua kalinya tapi keburu di hentikan Ndoro Putri.
"Pak...! uwis to pak... uwis..."
("Pak...! sudah dong pak... sudah...")
"Ega jangan di siksa seperti ini Pak... cukup..." Kata Ndoro putri berusaha mencegah Ndoro kakung sambil menahan tangan beliau.
"minggir Buk... col ke... ben tak ajar sisan bocah edan iki...!"
("minggir Buk... lepaskan... biar tak hajar sekalian bocah gila ini...!") Hardik Ndoro Kakung menyuruh Ndoro putri melepaskan genggamannya.
"ora Pak...ampun Pak... Ega ojo di sekso meneh Pak..."
("nggak Pak... ampun PaK... Ega jangam di siksa lagi Pak...")
"mesakne Ega Pak... kan Ega ora salah Pak..."
("kasihan Ega Pak... ka Ega tidak salah Pak...") Kata Ndoro Putri berusaha membela Non Ega.
Terlihat dari sela sela bibir Non Ega yang sedang tersimpuh di lantai itu mengeluarkan setitik darah segar. Tamparan Ndoro Kakung tadi begitu keras sekuat tenaga beliau. Gadis lemah seperti Non Ega pasti tak sanggup menerima tamparan sekeras itu.
"opo Buk... opo... ora salah jaremu...?!"
("apa Buk... apa... nggak salah katamu...?!")
"berarti kowe podo gendenge karo anakmu...!"
("berati kamu sama gilanya dengan anakmu..."!) Jawab Ndoro Kakung sambil berusaha melepaskan pegangan Ndoro Putri.
Ndoro Putri terpaksa melepaskan genggaman tangannya yang menahan Ndoro kakung. Beliau langsung menghampiri anak gadisnya yang sedang tersimpuh terisak menangis di lantai itu, membangunkannya, dan kembali membenamkan gadis itu di pelukannya sebelum keduluan tamparan Ndoro Kakung. Beliau menjadikan dirinya tameng untuk melindungi Non Ega dari amukan kesetanan Ndoro Kakung.
Sungguh besar kasih sayang dari seorang Ibu. Seorang Ibu rela menjadikan dirinya tameng untuk melindungi anaknya. Seterpuruk apapun anaknya, bahkan saat anak itu di hina dan di caci dunia, tangan Ibulah yang pertama terulur untuknya.
Kasih Ibu sepanjang jalan.
"anakmu ini hamil di luar nikah masih tidak bersalah katamu hah...?!" Hardik Ndoro Kakung.
"JEGLUAAAAAR....!!!
Bagaikan kilatan petir di siang bolong yang cerah, kata kata Ndoro kakung itu begitu mengejutkanku.
Non Ega hamil...???
Dengan siapa...???
Perbuatan siapa...???
"kena tak ajare sisan... ra sido nduwe anak wedok ora opo opo aku...!"
("sini aku hajar sekalian... nggak jadi punya anak perempuan nggak apa apa aku...!")
"kene... minggir Buk... minggir...!!!"
("sini... minggir Buk... minggir...!!!") Emosi Ndoro Kakung yang semakin berapi.
Beliau merangsek dan menarik kembali tubuh lemah Non Ega dan bersiap mendaratkan tamparannya untuk yang kesekian kalinya. Untung saja Ndoro Putri masih sempat menahan lagi tamparan Ndoro Kakung itu sebelum benar benar menghantam pipi Non Ega yang masih menyisakan bekas merah akibat tamparan yang pertama tadi.
Menyaksikan aksi kekerasan yang baru pertama kali ini terjadi di dalam keluarga Raden Mas Haryo Seto, aku hanya bisa terdiam terpaku menyaksikan itu semua. Aku setengah tak percaya dengan pandangan mataku sendiri, aku tak pernah menyangka kalau Ndoro Kakung bisa berbuat sekasar itu kepada Non Ega anak gadis semata wayangnya sendiri.
apa sebenarnya yang tengah terjadi...?
bagaimana mungkin Non Ega bisa tiba tiba saja hamil...?
dengan siapa dia melakukan perbuatan itu...?
Gagal melampiaskan amarahnya dengan tamparan yang keburu di hentikan Ndoro Putri, Ndoro Kakung malah mendorong dan menghempaskan tubuh Ndoro Putri yang melindungi Non Ega itu. Belaiu sampai harus jatuh terjengkang karenanya. Lepaslah sudah perlindungan Ndoro Putri.
Begitu Non Ega lepas dari lindungan Ndoro Putri, Ndoro Kakung kembali menjambak rambut hitan Non Ega.
"jal ngomongo... sopo sing metengi kowe hah...?!!"
("coba bilang... siapa yang menghamili kamu hah...?!!")
"sopo...?! jawab...!!! jo mek gur isine kur nagis wae kowe...!"
("siapa...?! jawab...!!! jangan isinya cuman nangis aja kamu...!") Bentak Ndoro Kakung mengintrogasi siapakah si oknum penghamil anaknya itu.
Non Ega yang masih terisak menangis masih diam belum menjawab. Dia meringis menahan sakit kerena jambakan itu. Seperti menyadari kehadiranku, dengan masih berada di dalam jambakan Ndoro kakung, perlahan dia mengarahkan pandangannya kepadaku. Tersungging senyum khas si anak iblis di bibir manisnya.
edan... bisa bisanya dia tersenyum di saat seperti ini.
Mengetahui arah pandangan Non Ega yang berpaling ke arah pintu, ke arahku berdiri, Ndoro Kakung dan Ndoro Putri sontak turut mengikuti arah pandangan Non Ega memandangku.
Aku tiba tiba saja merasakan ada sinyal firasat buruk yang akan menimpaku.
"Pardi Pak..." Jawab Non Ega pelan.
"JEGLUAAAAR...." Kali ini sambaran kilat di siang bolong nan cerah ini tepat menyambar tubuhku.
"Apa.....???!!!" Pekik Ndoro Kakung, Ndoro Putri, dan tak ketinggalan juga dengan ku.
inikah ancamannya tempo hari...?
inikah cara dia menghancurkan aku...?
apa sebenarnya dosaku kepadanya sampai dia tega sekeji ini kepadaku...?
adakah aku pernah berbuat salah kepadanya di masa lalu...?
Belum sempat aku menyangkal atas tuduhan yang Non Ega tuduhkan kepadaku itu, Ndoro Kakung keburu menghambur ke arahku dan langsung mendaratkan tinjunya tepat di rahangku tanpa bertanya terlebih dahulu benar tidaknya tuduhan itu.
"jebruuaat...!!!" Suara hantaman tinju itu.
Tinju itu begitu telak dan keras menghantamku sampai aku terpental dan jatuh tersungkur terlentang di lantai. Rahangku terasa sakit dan ngilu. Dari sela sela bibirku menetes darah segar bukti kerasnya hantaman tinju itu.
Dengan terhuyung huyung aku berusaha untuk bangkit berdiri. Biar bagaimanapun juga aku harus menyangkalnya karena aku tidak berbuat seperti apa yang Non Ega tuduhkan kepadaku.
Belum sempat aku berdiri dengan tegak, tiba tiba pukulan yang kedua kembali melayang dan mendarat telak tepat menghantam wajahku.
"jbruuaat..."
Kembali aku jatuh terpental menerima hantaman tinju kedua yang tak kalah telak dan kerasnya dengan yang pertama itu. Untuk yang kedua kalinya ini aku tak sanggup lagi berdiri. Pandanganku kabur dan menjadi gelap. Hanya suara jerit histeris Ndoro Putri yang sayup aku dengar di ambang pintu pingsanku.
"Paaak... uwis pak... uwis..."
"eling Pak... eling... cukup Paak..." Suara teriak histeris Ndoro Putri.
Dalam samar pandangan kaburku, aku melihat Ndoro Putri menghambur berlari ke arahku, menghampiriku dan mendekapku. Beliau mendekapku erat, membaringkan kepalaku di atas pangkuannya. Dekapan beliau hangat dan nyaman. Dekapan beliau itu mengantarkanku ke dalam pingsan.
BERSAMBUNG
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
0 komentar